Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Jumat, 29 Maret 2019

Teori Tahap-Tahap Pembelajaran Dari Jerome Bruner

0

 Teori Tahap-Tahap Pembelajaran dari Jerome Bruner

 Bruner ialah spesialis psikologi perkembangan dan psikologi mencar ilmu kognitif yang tel Teori Tahap-Tahap Pembelajaran dari Jerome Bruner

I.                   PENDAHULUAN
Jerome S. Bruner ialah spesialis psikologi perkembangan dan psikologi mencar ilmu kognitif yang telah banyak menulis wacana teori belajar, proses pembelajaran dan filsafat pendidikan. Buku Bruner yang sangat diakui, The Process of Education, yang ditulis pada tahun 1959-1960, mencerminkan pemikiran dikala ini dari masyarakat berkaitan dengan pendidikan dasar dan menengah. Dalam bukunya ini, Bruner menjelaskan wacana pentingnya mengajarkan struktur disiplin, kesiapan untuk belajar, berpikir intuitif dan analisis, dan motivasi untuk belajar. Bruner juga dikenal dengan model instruksional kognitif yang dikenal dengan model mencar ilmu penemuan.
Makalah ini membahas wacana teori tahap-tahap mencar ilmu dari Jerome Bruner. Pembahasan tersebut antara lain wacana Bruner dan teorinya dan tahap-tahap pembelajaran Bruner.

II.                BRUNER DAN TEORINYA
Bruner memusatkan perhatiannya pada problem apa yang akan dilakukan insan dengan informasi yang diterimanya dan apa yang dilakukannya setelah memperoleh informasi yang diskret itu mencapai pemahaman yang memperlihatkan kemampuan padanya (Dahar, 2011:74). Selain itu Bruner tidak berbagi teori mencar ilmu yang sistematis (Wiranataputra dkk., 2008:3.13). Hal tersebut disebabkan lantaran Bruner (1977:6) memandang bahwa insan ialah pemroses, pemikir dan pencipta informasi. 
Dalam bukunya “Process of Education”, Bruner menekankan 4 hal penting dalam pembelajaran. 4 hal tersebut antara lain:
1.      Pentingnya suatu struktur
Ada dua cara dimana pembelajaran berfungsi untuk masa depan (Bruner, 1977:17) yaitu:
Ø  Dengan melalui penerapan spesifik untuk tugas-tugas yang ibarat dengan apa yang dipelajarinya atau biasa disebut dengan transfer (pergantian) training atau ekstensi kebiasaan atau asosiasi.
Ø  Melalui transfer nonspesifik atau transfer prinsip-prinsip dan perilaku pada pembelajaran sebelumnya membuat kinerja selanjutnya lebih efisien. Transfer prinsip bergantung pada penguasaan struktur materi pelajaran. Artinya, semoga seseorang bisa mengenali penerapan atau ketidakpenerapan suatu inspirasi untuk situasi gres dan untuk memperluas pembelajarannya sedemikian rupa, orang tersebut harus berpikir secara umum dari situasi atau fenomena itu sendiri.
Ada 4 hal umum dalam pembelajaran struktur dasar mata pelajaran (Bruner, 1977:23-24), antara lain:
a.       Pemahaman dasar membuat mata pelajaran lebih gampang dipahami. Hal ini berlaku tidak hanya berlaku dalam fisika dan matematika, tetapi juga ilmu sosial dan sastra.
b.      Memori (ingatan manusia). Dalam hal ini, pembelajaran struktur dasar memastikan bahwa hilangnya ingatan insan bukan berarti menjadi suatu kerugian total apabila kita tetap merekonstruksi rincian-rincian ingatan yang diperlukan. Hal ini disebabkan lantaran struktur dasar atau prinsip yang baik tidak hanya untuk memahami fenomena dikala ini saja akan tetapi juga untuk ingatan hari selanjutnya. Selain itu, berdasarkan pendapat Bruner, Bell (1981:138) memperjelas bahwa dengan mengingat detail suatu objek maka detail-detail tersebut akan menjadi suatu pola yang tentunya akan gampang untuk diingat.
c.       Pemahaman wacana prinsip-prinsip dasar dan ide-ide yang menjadi jalan utama dalam “transfer pelatihan”. Untuk memahami sesuatu sebagai rujukan spesifik dari kasus yang lebih umum ialah mencar ilmu bukan hanya pada hal tertentu saja, tetapi juga memahami model lainnya yang mungkin ditemui.
d.      Penekanan pada struktur dan prinsip-prinsip megajar ialah dengan terus-menerus menyelidiki kembali materi yang diajarkan di sekolah dasar dan menengah sebagai suatu huruf dasar.
Berdasarkan pembagian terstruktur mengenai Bruner, Dahar (2011:74) mengemukakan bahwa hendaknya kurikulum memerhatikan struktur pengetahuan lantaran sanggup menolong para siswa untuk melihat bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak mempunyai korelasi sanggup dihubungkan satu dengan yang lain dan pada informasi yang telah mereka miliki.
2.      Kesiapan untuk belajar
Ada tiga hal dalam kesiapan untuk mencar ilmu ini (Bruner, 1977:33), yaitu:
a.       Perkembangan intelektual. Penelitian wacana perkembangan intelektual anak menyoroti fakta bahwa pada setiap tahap perkembangan anak mempunyai cara karakteristik untuk memandang dunia dan menjelaskan kepada dirinya sendiri. Dan berdasarkan Bruner (Bell, 1981:139-140) perkembangan intelektual ditandai dengan enam karakteristik, yang pertama, terus meningkatnya kemampuan seseorang untuk memisahkan antara tanggapan dan stimuli spesifiknya; yang kedua, berkembangnya kemampuan menganalisis insiden eksternal ke dalam suatu struktur mental yang mana sesuai dengan lingkungan pelajar dan pemberian pelajar yang mana merupakan generalisasi dari suatu insiden spesifik; karakteristik ketiga ialah terus meningkatnya kemampuan untuk memakai lambang dan kata-kata untuk mempresentasikan sesuatu yang mana telah dilaksanakan atau akan dilaksanakan di masa depan; yang keempat, pengembangan mental bergantung pada sistematis dan interaksi struktur antara para guru dan pelajar, siswa lain, orang tua, para guru sekolah, atau seseorang yang menentukan untuk menjadi pelajar; yang kelima ialah mengajar dan mencar ilmu sangat dimudahkan dengan adanya penggunaan bahasa; karakteristik keenam ditunjukkan dengan meningkatnya kemampuan menangani beberapa variabel secara serempak.
b.      Tindakan pembelajaran. Belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung secara bersamaan. Yang pertama ialah proses memperoleh informasi baru, seringkali informasi tersebut merupakan pengalaman seseorang secara implisit maupun eksplisit. Proses yang kedua ialah transformasi, yaitu proses manipulasi pengetahuan untuk membuatnya sesuai dengan tugas-tugas baru. Proses yang ketiga ialah evaluasi, yaitu menyelidiki apakah cara seseorang dalam memanipulasi informasi telah memadai atau belum.
c.       Spiral kurikulum. Banyak kurikulum yang direncanakan memakai panduan yang telah ditentukan. Akan tetapi pada dikala kurikulum telah diputuskan, telah berkembang dan mengalami perubahan seringkali kurikulum tersebut akan kehilangan bentuk atau inspirasi awalnya. Hal inilah yang menimbulkan perlu adanya peninjauan ulang terhadap tujuan kurikulum sehingga diharapkan adanya kesinambungan dengan idea atau bentuk awalnya.
3.      Berpikir intuitif dan analitis
Dalam Matematika, intuisi dipakai dalam dua arti yang berbeda. Di satu sisi, seseorang dikatakan berpikir intuitif ketika setelah bekerja pada waktu yang usang pada satu problem dan secara tiba-tiba mendapat suatu solusi walaupun belum memperlihatkan bukti formal. Di sisi lain, seorang individu dikatakan andal matematika intuitif jikalau ketika seseorang bertanya maka beliau bisa dengan cepat memperlihatkan tanggapan akan pertanyaan itu. Secara karakteristik, berpikir analisis terjadi serentak memakai langkah-langkah yang eksplisit dan biasanya dlaporkan secara memadai oleh pemikir ke individu lain.
Berbeda dengan pemikiran analitik, berpikir intuitif tidak melalui langkah-langkah yang telah ditetapkan. Pemikir intuitif cenderung melihat suatu problem berdasarkan apa yang tampak pada persepsi implisitnya. Pemikir intuitif biasanya secara tiba-tiba memperoleh suatu jawaban, mungkin benar atau salah. Melalui berpikir intuitif, seseorang sering mendapat solusi problem yang mana belum tercapai sebelumnya. Pencapaian memakai pemikiran intuitif selanjutnya harus diperiksa memakai metode analitik lantaran pemikir intuitif biasanya sanggup membuat atau menemukan problem yang tidak bisa ditemukan oleh pemikir analisis. Seseorang yang berpikir intuitif mungkin sering mencapai solusi yang benar, akan tetapi ia juga mungkin terbukti salah ketika beliau atau orang lain menyelidiki kembali solusi hasil pemikirannya tersebut.


4.      Motivasi untuk belajar
Motivasi berkaitan dekat dengan cita-cita untuk mencar ilmu dan bagaimana hal tersebut bisa dirangsang.

III.             TAHAP-TAHAP PEMBELAJARAN BRUNER
Ada tiga tahap pembelajaran berdasarkan Bruner, yaitu:
1.      Tahap Enaktif (Konkret)
Tahapan ini bersifat manipulatif (Dahar, 2011:78). Dalam hal ini seseorang mengetahui suatu aspek kenyataan tanpa memakai pikiran atau kata-kata dimana dalam proses belajarnya memakai atau memanipulasi obek-objek secara langsung. Tahapan ini berkaitan dengan bagaimana seseorang melaksanakan sesuatu dan serangkaian tindakan dalam mencapai suatu hasil (Kristinsdottir, 2008). Dimana tindakan tersebut merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan seseorang (seperti melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya) dalam upaya memahami lingkungan sekitar.
Contoh:
Ø  Dalam pembelajaran materi penjumlahan dua bilangan cacah, guru menyuruh siswa menggabungkan 3 mangga dengan 2 mangga kemudian menghitung banyaknya semua kelereng tersebut.
Ø  Seorang anak yang mengatur keseimbangan timbangan dengan jalan menyesuaikan kedudukan badannya walaupun anak itu mungkin tidak sanggup menjelaskan prosedurnya (Wiranataputra, 2008:3.16).
Ø  Seorang anak sanggup berjalan walaupun belum mengetahui bagaimana seseorang sanggup berjalan.
2.      Tahap Ekonik (Semi Konkret)
Berdasarkan pada pikiran internal (Dahar, 2011:78). Pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan belum dewasa mulai menyangkut mental yang merupakan citra dari objek-objek, dimana seseorang memahami objek-objek melalui gambar-gambar atau visualisasi verbal. Dalam hal ini anak tidak lagi memanipulasi objek secara langsung, melainkan dengan memakai citra dari objek tersebut.
Contoh: Pada dikala pembelajaran matematika materi penjumlahan bilangan cacah, guru memperlihatkan rujukan dua mangga ditambah dua mangga. Dalam hal ini guru tidak lagi harus memperlihatkan buah mangga secara nyata, akan tetapi bisa juga memakai gambar.
3.      Tahap Simbolik (Abstrak)
Berdasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer dan lebih fleksibel (Dahar, 2011:78). Dalam tahap ini anak memanipulasi symbol-simbol secara pribadi dan tidak ada kaitannya dengan objek-objek.pada tahapan ini anak telah mencapai transisi dari tahap ekonik ke tahap simbolik yang diasarkan pada system berpikir abnormal dan lebih fleksibel. Pada tahapan ini sanggup dikatakan bahwa seseorang telah bisa mempunyai ide-ide atau gagasan-gagasan abnormal yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa logika. Dalam pemahamannya, seseorang mencar ilmu mealui symbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasi pada tahapan ini memakai banyak system symbol. Walaupun begitu, bukan berarti dalam tahapan ini seseorang masih memakai system enaktof dan ikonik.
Contoh: Pada dikala pembelajaran matematika materi penjumlahan bilangan cacah, guru tidak lagi memperlihatkan rujukan berupa gambar, melainkan sudah memakai symbol ibarat 1+2 = 3.

Berikut ini merupakan salah satu bentuk teori isyarat dalam matematika yang berupa teorema dalam pembelajaran matematika (Bell, 1981:143). Ada beberapa teorema dalm teori insttruksi matematika ini, antara lain:
a.       Teorema konstruksi
Dalam teorema konstruksi, menyampaikan bahwa jalan terbaik untuk siswa untuk memulai mencar ilmu konsep matematika, prinsip dan hukum ialah dengan mengkonstruksikan penyajiannya itu sendiri. Pada awal tahapan pembelajaran konsep, pemahaman bergantung pada aktifitas konkrit dimana siswa mengkonstruksi setiap representasi konsep.


b.      Teorema notasi
Dalam teorema nitasi menyatakan bahwa awal dari penyajian dan konstruksi sanggup dibentuk secara lebih sederhana dan sanggup dipahami oleh siswa jikalau berisi notasi yang mana sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa.
c.       Teorema perbandingan dan variasi
Dalam teorema ini menyatakan bahwa mekanisme berasal dari penyajian konsep konkrit  ke penyajian yang lebih abstrak.
d.      Teorema konektifitas
Dalam teorema ini dinyatakan sebagai berikut: tiap konsep, prinsip, dan keterampilan matematika ialah untuk menghubungkan dengan konsep, prinsip, atau keterampilan lain. 


DAFTAR PUSTAKA

Bell, F.H. 1981. Teaching and Learning Mathematics (In Secondary Schools). Dubuque, Iowa: Wm. C. Brown Company.

Bruner, J.S. 1977. The Process of Education. USA: Harvard University Press.

Dahar, R.W. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Kristinsdottir, S.B. 2008. Jerome Bruner. http://mennta.hi.is/starfsfolk/solrunb/jbruner.htm_3.htm. Diakses tanggal 12 Februari 2014.

Wiranataputra, U.S. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com