Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Jumat, 29 Maret 2019

Pembelajaran Matematika Menurut Teori Konstruktivisme Radikal Dari Jean Piaget

0

Pembelajaran Matematika Berdasarkan Teori Konstruktivisme Radikal dari Jean Piaget 

Pembelajaran Matematika Berdasarkan Teori Konstruktivisme Radikal dari Jean Piaget Pembelajaran Matematika Berdasarkan Teori Konstruktivisme Radikal dari Jean Piaget

A.    Latar Belakang
Filsafat pengetahuan ialah bab dari filsafat yang mempertanyakan soal pengetahuan dan juga bagaimana kita sanggup mengetahui sesuatu. Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan ialah hasil konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomen, pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu sanggup berkhasiat untuk menghadapi dan memecahkan dilema dan fenomena yang sesuai. Bagi konstruktivisme, pengetahuan tidak sanggup ditransfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Tiap orang harus mengkonstruksi pengetahuan sendiri. pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Dalam proses itu keaktifan seseorang yang ingin tahu amat berperan dalam perkembangan pengetahuannya.
Konstruktivisme dibedakan menjadi beberapa jenis, salah satunya ialah konstruktivisme personal/radikal (Piaget). Makalah ini akan membahas secara lebih lanjut mengenai konstruktivisme piaget itu sendiri, mulai dari inspirasi pokoknya, hingga mengenai bagaimana fungsi dan aplikasikan teori ini ke dalam proses berguru mengajar di kelas.

B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah di dalam makalah ini ialah sebagai berikut:
1.             Apakah Pengertian Konstruktivisme?
2.             Apa sajakah Macam-Macam Konstruktivisme?
3.             Bagaimanakah Teori Konstruktivis Piaget?
4.             Bagaimanakah Teori Pengetahuan Menurut Piaget?
5.             Apa sajakah Kritik Terhadap Konstuktivisme Piaget?
6.             Apa sajakah Ciri-Ciri Mengajar Konstruktivisme?
7.             Apa sajakah Prinsip-Prinsip Konstruktivisme Piaget?
8.             Bagaimanakah Hubungan Konstruktivisme Dengan Beberapa Teori Belajar?
9.             Bagaimanakah Implikasi Konstruktivisme Terhadap Proses Belajar?
10.         Bagaimanakah Implikasi Konstruktivisme Terhadap Proses Mengajar?
11.         Bagaimanakah Pembelajaran Berdasarkan Teori Konstruktivisme?
12.         Aplikasi Pembelajaran Matematika Berdasarkan Teori Konstruktivisme Radikal (PIAGET)
  

PEMBAHASAN
1.        Pengertian Konstruktivisme
Glaserfeld  (dalam Suparno, 2007:18) menyatakan bahwa konstruktivisme ialah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita ialah konstruksi (bentukan) kita sendiri.
Menurut Sagala (2003:88) kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun bertahap yang balasannya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi insan harus mengkonstruksikan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Konstruktivisme merupakan teori yang menolak bahwa bawah umur ialah lembaran putih yang kosong. Anak-anak tidak menyerap ide-ide yang diberikan gurunya, tetapi mereka ialah kreator pengetahuannya (Walle, 2008).
Dengan demikian sanggup disimpulkan bahwa konstruktivisme ialah suatu pembelajaran dimana siswa itu bukanlah lembaran putih yang kosong yang menyerap inspirasi gurunya tetapi siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dan pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit serta memberi makna melalui pengalaman nyata.

2.      Macam-Macam Konstruktivisme
Matthews (dalam Suparno, 2006) membedakan dua macam konstruktivisme, yaitu:
1.    Konstruktivisme psikologis
Konstruktivsme psikologis bertitik tolak dari perkembangan psikologis anak dalam membangun pengetahuannya. Konstruktivisme psikologis dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.    Konstruktivisme psikologi personal (piaget)
b.    Konstruktivisme psikologi sosial (vygotsky)

2.    Konstruktivisme sosiologis
Konstruktivisme sosiologis lebih mendasarkan pada masyarakatlah yang membangun. Sedangkan berdasarkan Von Glasersfeld (dalam Suparno, 2006) konstruktivisme dibedakan ke dalam tiga macam, yaitu:
1.    Konstruktivisme Radikal
Kaum konstruktivis radikal mengesampingkan relasi antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Bagi konstruktivis radikal, pengetahuan tidak merefleksikan suatu kenyataan ontologis objektif, tetapi merupakan suatu pengaturan dan organisasi dari suatu dunia yang dibuat oleh pengalaman seseorang.
2.    Realisme Hipotesis
Menurut realisme hipotesis, pengetahuan (ilmiah) kita pandang sebagai suatu hipotesis dari suatu struktur kenyataan dan berkembang menuju suatu pengetahuan yang sejati yang erat dengan realitas.
3.    Konstruktivisme yang biasa
Aliran ini tidak mengambil semua konsekuensi konstruktivisme. Menurut aliran ini, pengetahuan kita merupakan citra dari realitas itu. Pengetahuan kita dipandang sebagai suatu citra yang dibuat dari kenyataan suatu objek dalam dirinya sendiri.

3.      Teori Konstruktivis Piaget
Piaget ialah psikolog pertama yang memakai filsafat konstruktivisme dalam proses belajar. Ia menjelaskan bagaimana proses pengetahuan seseorang dalam teori perkembangan seseorang. Menurut Wadsworth (dalam Suparno, 2006), teori perkembangan intelektual Piaget dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang biologi, piaget antara lain: mengamati kehidupan keong, yang seriap kali harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Piaget percaya bahwa setiap makhluk hidup perlu menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mengorganisasi lingkungan fisik di sekitarnya semoga tetap hidup. Oleh alasannya itu, ia berpikir bahwa perkembangan pemikiran juga ibarat dengan perkembangan biologis, yaitu perlu menyesuaikan diri dengan dan mengorganisasi lingkungan sekitar.
Piaget menekankan pada keaktifan individu dalam membentuk pengetahuan. Pengetahuan terbentuk sendiri oleh anak yang sedang belajar. Piaget menyoroti bagaimana anak menkonstruksi pengetahuan dari berinteraksi dengan pengalaman dan objek yang dihadapi.
 Konstruktivisme radikal mengedepankan dua klaim utama ( Glasersfeld 1989: 162)
a.        pengetahuan tidak pasif mendapatkan tetapi juga secara aktif dibangun oleh subjek pengenalnya.
b.      fungsi kognisi bersifat adaptif dan melayani organisasi dunia pengalaman , bukan inovasi realitas ontologis .
Pengertian beberapa istilah baku dalam teori Piaget berdasarkan Suparno :
1.      Skema / Skemata
Skema ialah suatu struktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual menyesuaikan diri dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Menurut Wadswort (dalam Suparno, 2006) bahwa bagan ialah hasil kesimpulan atau bentukan mental, konstruksi hipotesis, ibarat intelek, kreativitas, kemampuan dan naluri. Skema juga sanggup dipikirkan sebagai suatu konsep atau kategori. Orang sampaumur memiliki banyak skema. Skema dipakai untuk memproses dan mengidentifiasi rangsangan.
2.      Asimilasi
Asimilasi ialah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman gres ke dalam bagan atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya. Asimilasi sanggup dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan insiden atau rangsangan yang gres dalam bagan yang telah ada. Asimilasi ialah salah satu proses individu dalam mengadaptasi dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan gres sehingga pengertian orang itu berkembang. Menurut wadsworth (dalam Suparno, 2006), asimilasi tidak menjadikan perubahan/pergantian skemata, melainkan memperkembangkan skemata.
3.      Akomodasi
Akomodasi sanggup terjadi bahwa dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru, seseorang tidak sanggup mengasimilasikan pengalaman yang gres itu dengan bagan yang telah ia punyai. Pengalaman yang gres itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan bagan yang telah ada. Dalam keadaan ibarat ini orang itu akan mengadakan akomodasi, yaitu (1) membentuk bagan gres yang sanggup cocok dengan rangsangan yang gres atau (2) memodifikasi bagan yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Skemata seseorang dibuat dengan pengalaman sepanjang waktu. Skemata membuktikan taraf pengertian dan pengetahuan seseorang sekatang entang dunia sekitarnya. Karena bagan ini suatu konstruksi, maka bukan tiruan dari kenyataan dunia yang ada. Menurut Piaget (dalam Suparno, 2006), proses asimilasi dan fasilitas ini terus berjalan dalam diri seseorang .
4.      Equilibration
Proses asimilasi dan fasilitas perlu untuk perkembangan kognitif seseorang. Dalam perkembangan intelek seseorang diharapkan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Proses itu disebut equilibrium, yakni pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Disequilibrium ialah keadaan tidak seimbang antara asimilasi dan akomodasi. Equilibration ialah proses dari disequilibrium ke equilibrium. Proses tersebut berjalan terus dalam diri orang melalui asimilasi dan akomodasi. Equilibration membuat seseorang sanggup memilih pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skemata).
5.      Teori pembiasaan intelek
Bagi piaget, mengerti ialah suatu proses pembiasaan intelektual yang dengan pengalaman-pengalaman dan ide-ide gres diinteraksikan dengan apa yang sudah diketahui oleh seseorang yang sedang berguru untuk membentuk struktur pengertian yang baru.
Menurut Piaget (dalam Suparno, 2006) bahwa dalam pikiran seseorang ada struktur pengetahuan awal (skemata), setiap bagan berperan sebagai suatu filter dan fasilitator bagi ide-ide dan pengalaman-pengalaman yang baru.
Menurut Piaget (dalam Suparno, 2006) bahwa sketma berkembang seturut perkembangan intelektual khususnya dalam taraf operasional formal, membedakan empat taraf perkembangan kognitif seseorang, yaitu :
1.      Taraf sensori-motori ( 0 – 2 tahun )
Selama taraf ini seseorang anak belum berfikir dan menggambarkan suatu insiden atau objek secara konseptual meskipun perkembangan kognitif sudah mulai ada, yaitu mulai dibuat schemata.
2.      Taraf pra-operasional ( 2 – 7 tahun )
Pada taraf ini mulailah berkembang kemampuan berbahasa, beberapa bentuk pengungkapan, kebijaksanaan sehat pralogika juga mulai berkembang.
3.      Taraf operasional aktual ( 7 – 11 tahun )
Pada taraf ini, anak memperkembangkan kemampuan memakai pemikiran logis dalam berhadapan dengan persoalan-persoalan kongkret.
4.      Taraf operasional formal ( 11 tahun ke atas )
Anak sudah memperkembangkan pemikiran abstrak, dan kebijaksanaan sehat logis untuk macam-macam persoalan.

4.      Teori Pengetahuan Menurut Piaget
Bagi Piaget semua pengetahuan ialah suatu konstruksi (bentukan) dari kegiatan/tindakan seseorang. Pengetahuan ilmiah itu berevolusi, berubah dari waktu ke waktu. Pemikiran ilmiah ialah sementara, tidak statis dan merupakan proses. Pemikiran ilmiah merupakan proses konstruksi dan reorganisasi yang terus menerus. Pengethauan bukanlah sesuatu yang ada di luar, tetapi ada dalam diri seseorang yang membentuknya. Setiap pengetahuan mengandaikan suatu interaksi dengan pengalaman. Tanpa interaksi dengan objek, seorang anak tidak sanggup mengkonstruksi citra korespondensi satu-satu dalam matematika untuk memahami pengertian akan bilangan.
Piaget membedakan adanya tiga macam pengetahuan:
1.    Pengetahuan Fisis
Yaitu pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau insiden ibarat bentuk, besar, kekasaran, berat, serta bagaimana objek-objek itu sanggup berinteraksi satu dengan yang lain.
2.    Pengetahuan Matematis Logis
Yaitu pengetahuan yang dibuat dengan berpikir wacana pengalaman dengan suatu objek atau insiden tertentu.
3.      Pengetahuan Sosial
Yaitu pengetahuan yang didapat dari kelompok budaya dan sosial yang secara bersamaan menyetujui sesuatu.
Menurut Piaget, setiap pengetahuan baik itu pengetahuan fisis, matematis-logis, atau sosial, yang terpenting dari pembentukan pengetahuan itu ialah tindakan/kegiatan anak terhadap suatu benda dan interaksi dengan orang lain. Pengetahuan yang akurat tidak sanggup diturunkan pribadi dari membaca atau dari mendengarkan orang bicara.

5.      Kritik Terhadap Konstuktivisme Piaget
Teori konstruktivisme Piaget mendapatkan beberapa kritikan dari beberapa ahli. Krititikan tersebut, yaitu:
1.         Menurut Matthews (dalam Suparno, 2006), konstruktivisme Piaget dianggap terlalu personal dan individual. Piaget terlalu menekankan bagaimana seseorang membangun pengetahuannya dengan kegiatannya di dunia ini tetapi kurang menekankan pentingnya masyarakat dan lingkungan terhadap cara seseorang membangun pengetahuannya.
2.         O’Loughlin (dalam Suparno, 2006) juga mengkritik Piaget terlalu subjektif dan kurang sosial, padahal pada kenyataannya seseorang tidak sanggup lepas dari orang lain.
3.         Von Glasersfeld menyampaikan bahwa dalam definisi pengetahuan Piaget pengalaman seseorang selalu termasuk interaksi sosial dengan orang-orang lain dan macam-macam hal yang penting dalam pendidikan.

6.      Ciri-Ciri Mengajar Konstruktivisme
Menurut Driver dan Oldham (dalam Suparno, 2006) ada beberapa ciri mengajar konstruktivisme. Ciri-ciri tersebut ialah sebagai berikut:
a.         Orientasi
Murid diberi kesempatan untuk menyebarkan motivasi dalam mempelajari suatu topik. Murid diberikan kesempatan untuk melaksanakan observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.
b.         Elicitasi
Murid dibantu untuk mengungkapkan idenya secara terang dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. Murid diberikan kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasikan dalam wujud tulisan, gambar ataupun poster.
c.       Restrukturisasi ide
Restrukturisasi inspirasi dibagi menjadi tiga hal, yaitu:
1.      Klasifikasi inspirasi yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain atau sobat lewat diskusi ataupun lewat pengumpulan ide. Berhadapan dengan ide-ide lain, seseorang sanggup terangsang untuk merekonstruksi gagasannya jikalau tidak cocok atau sebaliknya, menjadi lebih yakin bila gagasannya cocok.
2.      Membangun inspirasi yang baru. Ini terjadi bila dalam diskusi itu idenya bertentangan dengan inspirasi lain atau idenya tidak sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan teman-temannya.
3.      Mengevaluasi inspirasi barunya dengan eksperimen. Kalau dimungkinkan, ada baiknya bila gagasan yang gres dibuat itu diuji dengan suatu percobaan atau dilema yang baru.
d.      Penggunaan inspirasi dalam banyak situasi
Ide atau pengetahuan yang telah dibuat oleh siswa perlu diaplikasikan pada majemuk situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan murid lebih lengkap dan bahkan lebih rinci dengan segala macam pengecualiannya.
e.       Review, bagaimana inspirasi itu berubah
Dapat terjadi bahwa dalam aplikasi pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, seseorang perlu merevisi gagasannya entah dengan menambahkan suatu keterangan ataupun mungkin dengan mengubahnya menjadi lebih lengkap.
Sedangkan berdasarkan Apriani (2011), karakteristik pendekatan pembelajaran konstruktivisme ialah sebagai berikut :
1.      Mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa sehingga pengetahuan akan dikonstruksi siswa secara bermakna. Hal ini sapat dilakukan dengan menyediakan pengalaman berguru yang sesuai dengan pengetahuan yang dimilik siswa.
2.      Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan, sehingga siswa terlibat secara emosional dan sosial. Hal ini dilakukan dengan cara menyediakan tugas-tugas matematika yang bekerjasama dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Menyediakan banyak sekali alternatif pengalaman belajar. Hal ini sanggup dilakukan dengan memperlihatkan pertayaan terbuka, menyediakan masalah yang sanggup diselesaikan dengan banyak sekali cara atau yang tidak hanya memiliki satu jawaban yang benar.
4.      Mendorong terjadinya interaksi dan kerjasama dengan orang lain atau lingkungannya, mendorong terjadinya diskusi terhadap pengetahuan baru
5.      Mendorong penggunaan banyak sekali representasi atau media
6.      Mendorong peningkatan kesadaran siswa dalam proses pembentukan pengetahuan melalui refleksi diri. Dalam hal ini penting bagi siswa didorong kemampuannya untuk menjelaskan mengapa atau bagaimana memecahkan suatu masalah atau menganalisis bagaimana proses mereka mengkonstruksi pengetahuan, demikian juga mengkomunikasikan baik ekspresi maupun goresan pena wacana apa yang sudah dan yang belum diketahuinya.

7.      Prinsip Dasar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran
Prinsip-prinsip umum teoi konstruktivisme kebanyakan didasarkan pada prses asimilasi dan fasilitas piaget. Asimilasi merujuk pada enggunaan bagan yang ada untuk memberi arti terhadap pengalaman. Akomodasi merupakan proses mengubah cara yang ada dalam memandang sesuatu atau inspirasi yang berlawanan atau tidak sesuai dengan bagan yang ada. Melalui berfikir reflektif orang sanggup memodifikasiskema yang ada untuk mengakomodasi ide-ide ini (Fosnot dalam Walle, 2008)
Menurut Muchlis (dalam Apriani, 2011) menyatakan bahwa ada tujuh prinsip dasar konstruktivisme yang dalam praktik pembelajaran harus dipegang guru, yaitu:
1.    Proses pembelajaran lebih utama daripada hasil pembelajaran.
2.    Informasi bermakna dan relevan dalam kehidupan nyata siswa lebih penting daripada verbalitas.
3.    Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menmukan dan menerapkan idenya sendiri.
4.    Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan taktik sendiri dalam belajar.
5.    Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang sendiri melalui pengalaman sendiri.
6.    Pemahamana siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin berpengaruh apabila di uji dengan pengalaman baru.
7.    Pengalaman siswa dibangun secara asimilasi maupun akomodasi.
Menurut De Vries dan Kohlberg (dalam Suparno, 2006) mengikhtisarkan beberapa prinsip konstruktivisme Piaget yang perlu diperhatikan dalam mengajar matematika, yaitu:
1.         Struktur psikologis harus dikembangkan dulu sebelum dilema bilangan diperkenalkan. Bila murid mencoba menalarkan bilangan sebelum mereka mendapatkan struktur logika matematis yang cocok dengan persoalannya, tidak akan jalan.
2.      Struktur psikologis (skemata) harus dikembangkan dulu sebelum simbol formal diajarkan. Simbol ialah bahasa matematis, suatu bilangan tertulis yang merupakan representasi suatu konsep, tapi bukan kosepnya sendiri.
3.      Murid harus mendapatkan kesempatan untuk menemukan (membentuk) relasi matematika sendiri, jangan hanya selalu dihadapkan kepada pemikiran orang yang sudah jadi.
4.      Suasana berpikir harus terciptakan. Sering pengajaran matematika hanya mentransfer apa yang dipunyai guru kepada murid dalam wujud pelimpahan fakta matematis dan mekanisme perhitungan kepada murid dalam wujid pelimpahan fakta matematis dan mekanisme perhitungan kepada murid. Murid menjadi pasif. Banyak guru menekankan perhitungan dan kebijaksanaan sehat sehingga banyak siswa menghafal belaka.

8.      Hubungan Konstruktivisme Dengan Beberapa Teori Belajar
Konstruktivisme telah banyak mempengaruhi pendidikan sains dan matematika di banyak negara Amerika, Eropa dan Australia. Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang ialah sebagai berikut:
a.    Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial
b.    Pengetahuan tidak sanggup dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
c.    Murid aktif mengkonstruksi terus menerus sehingga terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah.
d.   Guru sekadar membantu menyediakan sarana dan situasi semoga proses konstruksi siswa sanggup berjalan mulus.
Inti teori ini berkaitan dengan beberapa teori berguru ibarat teori perubahan konsep, teori berguru bermakna Ausubel dan teori skema. Pada teori perubahan konsep membedakan dua macam perubahan konsep, yaitu perubahan konsep yang berpengaruh dan yang lemah. Perubahan konsep yang berpengaruh terjadi bila seserorang mengadakan fasilitas terhadap konsep yang telah ia punyai dikala berhadapan dengan fenomena yang baru. Perubahan yang lemah bila orang tersebut hanya mengadakan asimilasi bagan yang usang dikala berhadapan dengan fenomena yang baru. Dengan adanya perubahan itu pengetahuan insan berkembang dan berubah. Untuk memungkinkan perubahan tersebut, diharapkan situasi anomali, yakni suatu keadaan yang membuat ketidak seimbangan dalam pikiran insan atau yang menantang seseorang berpikir. Pada teori asimilasi Ausubel menjelaskan bagaimana berguru bermakna terjadi, yaitu bilsa siswa mengasimilasikan apa yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah ia punyai sebelumnya. Dalam proses ini pengetahuan seseorang selalu diperbaharui dan dikembangkan lewat fenomena-fenomena dan pengalaman yang baru. Sementara teori bagan lebih memperlihatkan bahwa pengetahuan kita itu tersusun dalam suatu bagan yang terletak dalam ingatan kita. Dalam berguru kita sanggup menambah dan mengubah bagan yang ada sehingga sanggup menjadi lebih luas dan berkembang.
Selain keterkaitan yang mengandung kesamaan dan prinsip teori konstruktivisme dengan teori lainnya, konstruktivisme sangat berbeda dan bahkan bertentangan dengan teori berguru behaviorisme dan maturasionisme. Behaviorisme menekankan keterampilan sebagai suatu tujuan pengajaran, sedangkan konstruktivisme lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam. Maturalisme lebih menekankan oengetahuan yang berkembang sesuai dengan langkah-langkah perkembangan kedewasaan, sedangkan konstruktivisme lebih menekankan pengetahuan sebagai konstruktif aktif pelajar (Fosnot dalam Suparno).


9.      Implikasi Konstruktivisme Terhadap Proses Belajar
Menurut kaum konstruktivis, berguru merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti entah teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau materi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain bercirikan sebagai berikut:
a.    Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.
b.    Kostruksi arti itu ialah proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau dilema yang baru, diadakan rekonstruksi baik secara berpengaruh maupun lemah
c.    Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut inovasi dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
d.   Proses berguru yang gotong royong terjadi pada waktu bagan seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidak seimbangan (diequilibrium) ialah situasi yang baik untuk memacu belajar.
e.    Hasil berguru dipengaruhi oleh pengalaman berguru dengan dunia fisik dan lingkungan.
f.     Hasil berguru seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pelajar, konsep-konsep, tujuan dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan materi yang dipelajari.

10.    Implikasi Konstruktivisme Terhadap Proses Mengajar
Bagi kaum konstruktivis, mengajar bukanlah kegatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa sendiri yang membangun pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan mengadakan justifikasi. Berpikir yang baik ialah lebih penting daripada memiliki jawaban yang benar atas suatu dilema yang sedang dipelajari. Makara mengajar merupakan membantu seseorang berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri (Von Glasersfeld dalam Supono).
Adapun fungsi dan peranan pengajar dalam konstruktivisme ialah sebagai berikut:
a.    Pengajar sebagai perantara dan fasilitator
b.    Guru harus menguasai materi bimbing dengan luas dan mendalam
c.    Guru harus bisa membuat taktik mengajar yang sesuai dengan kebutuhan dan situasi murid.
d.   Guru bisa mengevaluasi proses berguru murid dengan memperlihatkan kepada murid bahwa yang mereka pikirkan tidak cocok dan tidak sesuai untuk dilema yang dihadapi.
e.    Hubungan guru dan murid lebih sebagai kawan yang bersama-sama membangun pengetahuan.

11.    Pembelajaran Berdasarkan Teori Konstruktivisme
Dalam pembelajran yang mengacu pada konstruktivisme, siswa membangun pemahaman sendiri dari pengalaman gres berdasarkan pada pengetahuan awal dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi (DEPDIKNAS dalam Apriyani, 2011).
Tahap-tahap dalaam Pembelajaran Kontruktivisme Menurut Driver dan Oldam (dalam Suparno, 2006) bahwa tahap-tahap pembelajaran kontruktivisme sanggup dikemukakan sebagai berikut ini:
1.      Orientasi
Siswa diberi kesempatan untuk menyebarkan motivasi dalam mempelajari suatu pokok bahasan, kemudian siswa diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap apa yang dipelajari.

2.      Elicitasi
Siswa dibantu mengungkapkan idenya secara terang dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lainnya. Artinya siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi apa yang diobservasikan dalam bentuk tulisan, gambar atau poster
3.      Re-strukturisasi Ide
Dalam hal ini ada tiga hal, yaitu :
a)      Klasifikasi inspirasi yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain atau sobat melalui diskusi atau melalui pengumpulan ide. Artinya melalui diskusi atau pengumpulan ide, siswa mengkonstruksi gagasan-gagasan yang tidak cocok atau sebaliknya, menjadi lebih yakin bahwa gagasan tersebut cocok.
b)      Membangun inspirasi baru
c)      Mengevaluasi inspirasi barunya dengan eksperimen
4.      Penggunaan inspirasi dalam banyak situasi
Pengetahuan atau inspirasi yang telah dibuat oleh siswa perlu diaplikasikan pada majemuk situasi yang dihadapi semoga sanggup membuat pengetahuan siswa lebih lengkap dan lebih rinci dengan segala pengetahuannya.
5.      Review
Bagaimana bila inspirasi itu berubah . hal ini sanggup terjadi apabila dalam aplikasi pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari perlu merevisinya.
Ciri-ciri pembelajaran matematika berdasarkan pandangan konstruktivisme Herman Hudoyo (dalam Apriyani, 2011) ialah sebagai berikut:
1.    Siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa berguru materi matematika bermakna dengan bekerja dan berpikir. Siswa berguru bagaimana berguru itu.
2.    Informasi gres harus dikaitkan dengan info dengan info lain sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa semoga pemahaman terhadap info (materi) kompleks sanggup terjadi.
3.    Orientasi pembelajaran ialah pemeriksaan dan inovasi yang intinya ialah pemecahan masalah.

12.    Aplikasi Pembelajaran Matematika Berdasarkan Teori Konstruktivisme Radikal (PIAGET)
Dalam penerapan pembelajaran matematika berdasarkan teori konstruktivisme radikal (piaget) ini, kami mengambil materi “perkalian pecahan”. Konsep bagian sudah dikenalkan kepada siswa semenjak kelas III SD dalam bentuk yang sederhana. Selanjutnya dikelas IV SD dikenalkan bagian senilai dan penjumlahan bagian dengan penyebut sama. Namun, penjumlahan bagian dengan penyebut berbeda dan perkalian bagian gres diperkenalkan pada kelas V SD semester ke-2 dan sebelumnaya siswa sudah mengetahui konsep perkalian. Sebelum membahas proses pembelajran yang terjadi  berdasarkan teori konstruktivisme, berikut ciri-ciri pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivisme Herman Hudoyono (dalam Apriyani ialah sebagai berikut:
1.    Siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa berguru materi matematika bermakna dengan bekerja dan berpikir. Siswa berguru bagaimana berguru itu
2.    Informasi gres harus dikaitkan dengan informasi  lain sehingga menyatu dengan yang dimiliki siswa semoga pemahaman terhadap info (materi) kompleks sanggup terjadi.
3.    Orientasi pembelajaran ialah pemeriksaan dan inovasi yang intinya ialah pemecahan masalah.
Pembelajaran matematika yang diharapkan dalam praktek pembelajaran di kelas memakai teori konstruktivisme adalah:
1.    Pembelajaran berpusat pada acara siswa,
2.     Siswa diberi kebebasan berpikir memahami masalah, membangun taktik penyelesaian masalah, mengajukan ide-ide secara bebas dan terbuka,
3.     Guru melatih dan membimbing siswa berpikir kritis dan kreatif dalam menuntaskan masalah,
4.    Upaya guru mengorganisasikan bekerjasama dalam kelompok belajar, melatih siswa berkomunikasi memakai grafik, diagram, skema, dan variabel, dan
5.     Seluruh hasil kerja selalu dipresentasikan di depan kelas untuk menemukan banyak sekali konsep, hasil penyelesaian masalah, hukum matematika yang ditemukan melalui proses pembelajaran.
Proses pembelajaran yang terjadi sebagai berikut:
1.      Pada awal pembelajaran, guru mengingatkan akseptor mengenai konsep perkalian. Perkalian sanggup diartikan sebagai penjumlahan berulang. Sebagai contoh: 2 x 3 = 3 + 3.
2.      Untuk mempelajari perkalian pecahan, masing-masing siswa diminta untuk membawa 3 buah gelas plastik dengan ukuran yang sama dan 1 botol air mineral.
Untuk mengetahui pemahaman siswa, maka siwa dapat diberikan bentuk kegiatan sebagai berikut:

Kesimpulan
konstruktivisme ialah suatu pembelajaran dimana siswa itu bukanlah lembaran putih yang kosong yang menyerap inspirasi gurunya tetapi siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dan pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit serta memberi makna melalui pengalaman nyata. Konstruktivisme terbagi menjadi beberapa macam, salah satunya ialah konstruktivisme personal/radical (piaget) yang mengedepankan pengetahuan tidak pasif mendapatkan tetapi juga secara aktif dibangun oleh subjek pengenalnya dan fungsi kognisi bersifat adaptif dan melayani organisasi dunia pengalaman bukan inovasi realitas ontologis. Bagi Piaget semua pengetahuan ialah suatu konstruksi (bentukan) dari kegiatan/tindakan seseorang. Teori konstruktivisme piaget ini sendiri mendapatkan kritik dari beberapa ahli, ada beberapa teori yang mendukung mengenai teori konstruktivisme ini dan ada beberapa pula yang menentang teori ini. Teori konstruktivisme piaget ini memiliki prinsip serta memperlihatkan manfaat bagi guru dan akseptor didik dalam proses pembelajaran

DAFTAR PUSTAKA
Apriani, Dian. 2011. Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Konstruktivisme pada Materi Ruang Dimensi Tiga di Kelas X Sekolah Menengah Atas (SMA). Tesis. Palembang: Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya.
Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga.
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pemnbelajaran. Bandung: Alfabeta.
Suparno, Paul. 2006. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Jakarta: Kanisius.

Walle, Jhon A. Van de. Sekolah Dasar dan Menengah Matematka Pengembangan Pengajaran. Jakarta: Erlangga

______.Radical Constructivism https://tspace.library.utoronto.ca/citd/holtorf/3.8.html) diakses pada tanggal 7 Maret 2014.


0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com