Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Jumat, 29 Maret 2019

Pembelajaran Matematika Menurut Teori Konstruktivisme Sosial Dari Vygotsky

0

 Pembelajaran Matematika Berdasarkan Teori Konstruktivisme Sosial dari Vygotsky

Pembelajaran Matematika Berdasarkan Teori Konstruktivisme Sosial dari Vygotsky Pembelajaran Matematika Berdasarkan Teori Konstruktivisme Sosial dari Vygotsky

A.      Pendahuluan
Lev Semyonovich Vygotsky dilahirkan pada tanggal 17 November 1896 di kota Orscha di Belorussia, dari keluarga yahudi kelas menengah. Vygotsky lebih menyukai dunia sastra. Awalnya, ia menjadi guru sastra di sebuah sekolah, namun pihak sekolah juga memintanya untuk mengajarkan psikologi. Padahal, ia sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan formal di fakultas psikologi sebelumnya. Namun, hal inilah yang membuatnya menjadi tertarik untuk menekuni psikologi, sampai hasilnya ia melanjutkan kuliah di agenda studi psikologi Moscow Institute of Psychology pada tahun 1925 denganjudul disertasinya mengenai ”Psychology of Art”.Namun, karyanya tidak dibaca secara luas di Inggris sampai tahun 1970-an, dan barulah sehabis itu teori-teorinya hasilnya besar lengan berkuasa di Amerika Utara. Teori Vygotsky kini menjadi kekuatan yang luar biasa dalam psikologi perkembangan, dan banyak diantara kritik yang ia tujukan terhadap sudut pandang Piaget lebih dari 60 tahun yang kemudian telah tampil ke depan sampaumur ini.
Setelah menuntaskan pendidikannya di Gymnasium, Vygotsky memperoleh beasiswa untuk studi aturan di Universitas Negeri Moskow. Namun perhatian cowok cemerlang, bersemangat, dan penuh rasa ingin tahu ini meluas ke bidang-bidang lain, menyerupai psikologi, filsafat, kritik seni, sastra, dan bahkan kedokteran. Penelitiannya sebagian besar di bidang-bidang linguistik, bahasa, dan psikologi (Taylor, 1993).
Dalam masa hidupnya yang sangat singkat tetapi sangat produktif itu, Vygotsky menghasilkan banyak teori psikologi mengenai perkembangan intelektual. Gagasan-gagasan orisinal Vygotsky ini tertuang dalam dua bukunya yang populer yang terbit pada tahun 1934 dalam bahasa Rusia, yaitu Mind in Society dan Thought and Language. Teori-teori itu antara lain menyangkut: peranan interaksi sosial dalam perkembangan kognitif, dialektika pikiran dan bahasa, perkembangan konsep, dan kawasan perkembangan terdekat (zone of proximal development). Makalah ini membahas teori-teori Vygotsky tersebut beserta implikasinya dalam pembelajaran Matematika.

B.       Teori Konstruktivisme Sosial Vygotsky
I.         Peranan Interaksi Sosial
Menurut Vygotsky, setiap individu berkembang dalam konteks sosial. Semua perkembangan intelektual yang meliputi makna, ingatan, pikiran, persepsi, dan kesadaran bergerak dari wilayah interpersonal ke wilayah intrapersonal. Mekanisme yang mendasari kerja mental tingkat tinggi itu merupakan salinan dari interaksi sosial (Confrey, 1995:38; Taylor, 1993:3). Dalam pandangan Vygotsky, semua kerja kognitif tingkat tinggi pada insan mempunyai asal-usul dalam interaksi sosial setiap individu dalam konteks budaya tertentu (Brunning, 1995). Atau dengan meminjam istilah Wilson dkk. (1993), kognisi merupakan internalisasi dari interaksi sosial. Teori kognisi sosial dari Vygotsky ini mendorong perlunya landasan sosial yang gres untuk memahami proses pendidikan.
Vygotsky sangat menekankan pentingnya peranan lingkungan kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat dan tipe-tipe insan (Slavin, 2000:46). Menurut Vygotsky siswa sebaiknya berguru melalui interaksi dengan orang sampaumur dan sobat sebaya yang lebih mampu. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya inspirasi gres dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Konsep ini oleh Vygotsky dinamakan pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship). Pemagangan kognitif mengacu pada proses di mana seseorang yang sedang berguru tahap demi tahap memperoleh keahlian melalui interaksinya dengan pakar. Pakar yang dimaksud di sini yakni orang yang menguasai permasalahan yangdipelajari. Jadi, sanggup berupa orang sampaumur atau mitra sebaya (Slavin, 2000:270).
Setiap anak akan melewati dua tingkat (level) dalam proses belajar, yaitu pertama pada level sosial, yaitu anak melaksanakan kerja sama dengan orang lain dan kedua pada level individual, yaitu anak melaksanakan proses internalisasi (Jones & Thornton, 1993:18). Menurut Solso (dalam Nurjannah, 2013), internalisasi merupakan proses transformasi tindakan eksternal (perilaku) menjadi kerja psikologis internal (proses).
Dari uraian di atas, dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru hendaknya mengorganisasi situasi kelas dan menerapkan seni administrasi pembelajaran yang memungkinkan siswa saling berinteraksi dengan temannya dan guru, serta menstimulus keterlibatan siswa melalui pemecahan problem yang membutuhkan kehadiran orang lain (guru atau sobat sebaya yang lebih memahami masalah) dan memperlihatkan pemberian di ketika mereka mengalami kesulitan.
II.      Daerah Perkembangan Terdekat (Zone of Proximal Development)
Vygotsky mengemukakan konsep perihal Zone of Proximal Development (ZPD), yang sanggup diartikan sebagai Daerah Perkembangan Terdekat (DPT). Menurut Vygotsky, perkembangan kemampuan seseorang sanggup dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat perkembangan faktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan faktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menuntaskan tugas-tugas atau memecahkan banyak sekali problem secara mandiri. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak darikemampuan seseorang untuk menuntaskan tugas-tugas dan memecahkan problem ketika di bawah bimbingan orang sampaumur atau ketika berkolaborasi dengan sobat sebaya yang lebih kompeten.
Vygotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi apabila siswa bekerja atau berguru menangani tugas-tugas atau problem kompleks yang masih berada pada jangkauan kognitif siswa atau tugas-tugas tersebut berada pada Daerah Perkembangan Terdekat (Zone of Proximal Development (ZPD)). Vygotsky (Taylor, 1993: 5) mendefinisikan Zone of Proximal Development (ZPD) sebagai berikut.
Zone of proximal development is the distance between the actual developmental level as determined through independent problem solving and the level of potential development as determined through problem solving under adult guidance or in collaboration with more capable peers.
ZPD (DPT) yakni jarak antara taraf perkembangan aktual, menyerupai yang nampak dalam pemecahan problem secara berdikari dan tingkat perkembangan potensial, menyerupai yang ditunjukkan dalam pemecahan problem di bawah bimbingan orang sampaumur atau dengan bekerja sama dengan sobat sebaya yang lebih mampu.
Dalam definisi di atas, taraf perkembangan faktual merupakan batas bawah ZPD (DPT), sedangkan taraf perkembangan potensial merupakan batas atasnya. Vygotsky juga mencatat bahwa dua anak yang mempunyai taraf perkembangan faktual sama, sanggup berbeda taraf perkembangan potensialnya. Kaprikornus ZPD (DPT) mereka masing-masing berlainan meskipun berada dalam situasi berguru yang sejenis (Jones & Thornton, 1993:20).
Definisi ZPD (DPT) di atas dipahami sebagai berikut: bila sebuah problem sanggup diselesaikan secara berdikari (tanpa pemberian orang lain atau guru) oleh siswa, maka siswa tersebut telah berada pada taraf kemampuan aktualnya. Tetapi, bila problem tersebut gres sanggup diselesaikan oleh siswa dengan pemberian orang lain (guru atau sobat sebaya) yang lebih memahami masalah, maka siswa tersebut telah berada pada taraf kemampuan potensialnya. Jika guru mengajukan problem untuk dipecahkan oleh siswa sebaiknya problem itu berada di antara taraf kemampuan faktual dan taraf kemampuan potensial, atau problem berada pada kawasan jangkauan kognitif siswa. Demikian juga dalam pembelajaran Matematika yang mempunyai sifat hierarki dalam suatu struktur tertentu, misalkan siswa akan mempelajari bahan P untuk pertama kalinya. Jika siswa telah menguasai dengan baik bahan prasyarat untuk mempelajari bahan P, maka siswa telah berada pada taraf kemampuan aktualnya. Jika siswa menguasai secara tuntas bahan P sehabis mengikuti proses pembelajaran, maka siswa berada pada tingkat kemampuan potensialnya.
Interaksi sosial antara anak dan orang sampaumur mempunyai peranan penting dalam ZPD (DPT). Confrey (1995:40) mengutip klarifikasi Brown & Ferera (1985:282) mengenai interaksi ini sebagai berikut: Mula-mula anak mengalami kegiatan pemecahan problem secara aktif dengan kehadiran orang lain, tetapi kemudian secara berangsur-angsur ia bisa mengerjakannya secara mandiri. Proses internalisasi berlangsung secara bertahap: mula-mula orang sampaumur mengatur dan memandu kegiatan anak itu, tetapi secara berangsur-angsur orang sampaumur dan anak itu mulai bersama-sama mengerjakan penyelesaian masalah, dengan anak itu mengambil inisiatif, sedangkan orang sampaumur mengusut dan memandu di kala anak itu tidak lancar. Akhirnya, orang sampaumur itu menyerahkan pengaturan kepada anak itu sendiri dan kini ia berperan terutama sebagai pendengar yang bersifat mendukung dan simpatik.
Pengaturan dan panduan yang diberikan oleh orang sampaumur atau sobat sebaya yang lebih bisa itu disebut scaffolding. Istilah ini juga dikemukakan oleh Bruner (dalam Arends, 1997:165). Menurut Ormrod (dalam Nurjannah,2013), “scaffolding support mechanism, provided by a more competent individual, that helps a learner successfully perform a task within his or her ZPD”. Kutipan ini sanggup dimaknai bahwa scaffolding yakni pemberian pemberian (tuntunan) yang sanggup mendukung siswa lebih kompeten dalam usahanya menuntaskan kiprah di kawasan jangkauan konitifnya. Scaffolding ini sanggup berupa penyederhanaan tugas, memperlihatkan petunjuk kecil mengenai apa yang harus dilakukan siswa, pemberian model mekanisme penyelesaian tugas, memperlihatkan kepada siswa apa saja yang telah dilakukannya dengan baik, pemberitahuan kekeliruan yang dilakukan siswa dalam langkah pengerjaan tugas, dan menjaga supaya rasa putus asa siswa masih berada pada tingkat yang masih sanggup ditanggungnya. Pemberian tuntunan berangsur-angsur harus dikurangi seiring dengan semakin mahirnya siswa menuntaskan tugas.
Menurut Tharp & Gallimore (dalam Yohanes,2010), tingkat perkembangan ZPD (DPT) terdiri atas empat tahap, yaitu:
Tahap Pertama: More Dependence to Others Stage
Tahapan dimana kinerja anak menerima banyak pemberian dari pihak lain, menyerupai teman-teman sebayanya, orang tua, guru, masyarakat, ahli, dan lain-lain. Dari sinilah muncul model pembelajaran kooperatif atau kolaboratif dalam menyebarkan kognisi anak secara konstruktif.
Tahap Kedua: Less Dependence External Assistence Stage
Tahap dimana kinerja anak tidak lagi terlalu banyak mengharapkan pemberian dari pihak lain, tetapi lebih kepada self assistance, lebih banyak anak membantu dirinya sendiri.
Tahap Ketiga: Internalization and Automatization Stage
Tahap dimana kinerja anak sudah lebih terinternalisasi secara otomatis. Kasadaran akan pentingnya pengembangan diri sanggup muncul dengan sendirinya tanpa paksaan dan aba-aba yang lebih besar dari pihak lain. Walaupun demikian, anak pada tahap ini belum mencapai kematangan yang bantu-membantu dan masih mencari identitas diri dalam upaya mencapai kapasitas diri yang matang.
Tahap Keempat: De-automatization Stage

Tahap dimana kinerja anak bisa mengeluarkan perasaan dari kalbu, jiwa, dan emosinya yang dilakukan secara berulang-ulang, bolak-balik, recursion. Pada tahap ini, keluarlah apa yang disebut dengan de automatisation sebagai puncak dari kinerja sesungguhnya. Keempat tahapan perkembangan ZPD (DPT) di atas sanggup digambarkan sebagai berikut:


III.          Dialektika Pikiran dan Bahasa
Vygotsky mengemukakan bahwa bahasa berperan penting dalam proses perkembangan kognitif anak. Menurutnya pula, ada relasi yang terang antara perkembangan bahasa dan perkembangan kognitif. Ia menyatakan bahwa ada tiga tahap perkembangan bahasa. Tiga tahap perkembangan tersebut dideskripsikan dalam tabel berikut :
Tabel Tahap Perkembangan Bahasa Vygotsky

Sumber : Lisa dan LeFrancois dalam Oakley (2004:39)
Selanjutnya, Vygotsky berdasarkan Oakley (2004:40) memilih perbedaan antara fungsi mental dasar dan fungsi mental lebih tinggi. Fungsi mental dasar yakni alami dan tidak dipelajari, sedangkan fungsi mental lebih tinggi dipengaruhi dan berkembang melalui belajar, menyerupai bahasa dan memori, pemikiran, pemusatan perhatian dan lain-lain. Seseorang membutuhkan inner speech dan budaya yang ditransmisikan melalui bahasa dan pemberian orang lain yang lebih jago untuk mengubah fungsi mental dasar menjadi fungsi mental yang lebih tinggi.
Vygotsky dalam Dahar (2011:153) menyarankan bahwa interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi siswa dalam menginternalisasi pemahaman-pemahaman yang sulit, masalah-masalah dan proses. Selanjutnya, proses internalisasi melibatkan rekonstruksi kegiatan psikologis dengan dasar penggunaan bahasa. Dengan demikian, terlihat terang bahwa penggunaan bahasa secara aktif yang didasarkan pemikiran merupakan sarana bagi siswa untuk menegosiasi kebermaknaan pengalaman-pengalaman mereka.
Vygotsky beropini fungsi mental yang lebih tinggi bergerakantara inter-psikologi (interpsychological) melalui interaksi sosial dan intrapsikologi(intrapsychological) dalam benaknya. Internalisasi dipandang sebagaitransformasi dari kegiatan eksternal ke internal. Ini terjadi pada individu bergerakantara inter-psikologi (antar orang) dan intra-psikologi (dalam diri individu).Berkaitan dengan perkembangan intelektual siswa, Vygotsky mengemukakandua ide; Pertama, bahwa perkembangan intelektual siswa sanggup dipahami hanyadalam konteks budaya dan sejarah pengalaman siswa (van der Veer dan Valsinerdalam Slavin, 2000), Kedua, Vygotsky mempercayai bahwa perkembanganintelektual bergantung pada sistem tanda (sign system) setiap individu selaluberkembang (Ratner dalam Slavin, 2000: 43). Sistem tanda yakni simbol-simbolyang secarabudaya diciptakan untuk membantu seseorang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan masalah, contohnya budaya bahasa, sistem tulisan, dan sistem perhitungan.
Inti teori Vigotsky yakni menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosialpembelajaran. Menurut teori Vigotsky, fungsi kognitif insan berasal dariinteraksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vigotsky jugayakin bahwa pembelajaran terjadi ketika siswa bekerja menangani tugas-tugas yangbelum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauankemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal developmentmereka. Adapun perbandingan teori perkembagan kognitif Vygotsky dan Piaget (dalam Oakley,2004:52-53) yaitu :
Tabel Perbandingan Teori Vygotsky dan Piaget

Vygotsky dan Piaget meyakini bahwa ada persamaan dalam teori mereka. Keduanya setuju bahwa siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Kemudian mereka juga beropini sama dalam hal bahwa perkembangan didorong oleh kontradiksi dalam pemikiran dan mereka juga mengakui keberadaan egocentric speech. Selanjutnya, Vygotsky meyakini bahwa siswa yakni makhluk sosial dimana perkembangan kognitifnya merupakan dampak dari interaksi sosial, sedangkan Piaget beropini siswa lebih berdikari dan perkembangan berpusat pada diri sendiri dan terfokus pada kegiatan (https://education-portal.com/academy/lesson/differences-between-piaget-vygotskys-cognitive-development-theories.html#lesson).

C.      Teori Konstruktivisme Sosial Vygotsky dalam Pembelajaran Matematika
Secara sederhana kontruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi (bentukan) dari kita yang mengetahui sesuatu. Dalam praktek pendidikan sains dan matematika konstruktivisme juga sangat berpengaruh. Banyak cara berguru mengajar yang didasarkan pada teori konstruktivisme, menyerupai cara berguru yang menekankan peranan siswa dalam membentuk pengetahuannya sedangkan guru leih berperan sebagai fasilitator yang membantuk keaktifan siswa tersebut dalam pembentukan pegetahuannya.Berkaitan dengan pembelajaranmenurut Slavin (2000),Vygotsky mengemukakan empat prinsip (dalam Nurjanah, 2013) yaitu:
(1) Pembelajaran sosial (social leaning). Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalahpembelajaran kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa siswabelajar melalui interaksi bersama dengan orang sampaumur atau temanyang lebih cakap;
(2) ZPD (zone of proximal development). Bahwa siswa akan sanggup mempelajari konsep-konsep dengan baikjika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD bila siswa tidakdapat memecahkan problem sendiri, tetapi sanggup memecahkanmasalah itu sehabis menerima pemberian orang sampaumur atau temannya(peer); Bantuan atau support dimaksud supaya si anak bisa untukmengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkatkerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif si anak.
(3) Masa Magang Kognitif (cognitif apprenticeship). Suatu proses yang menyebabkan siswa sedikit demi sedikitmemperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orangyang lebih ahli, orang dewasa, atau sobat yang lebih pandai;
(4) Pembelajaran Termediasi (mediated learning). Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalahyang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuansecukupnya dalam memecahkan problem siswa.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme yakni bahwa dalam proses pembelajaran, siswa yang harus aktif menyebarkan pengetahuan mereka,bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadaphasil belajarnya. Penekanan berguru siswa secara aktif ini perlu dikembangkan.Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiridalam kehidupan kognitif siswa sehingga berguru lebih diarahkan padaexperimental learning yaitu merupakan penyesuaian kemanusiaan berdasarkanpengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan sobat sekelas, yangkemudian dikontemplasikan dan dijadikan inspirasi dan pengembangan konsep baru.Karenanya pementingan dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidikmelainkan pada pebelajar.Beberapa hal yang menerima perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu:
1.      Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontekyang relevan.
2.      Mengutamakan proses,
3.      Menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman sosial,
4.      Pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.
Ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky(Karpov & Bransford, 1995), yang telah digunakan untuk menunjang metodepengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatan, dan penemuan. Empat prinsip kunci yang diturunkan dariteorinya telah memegang suatu kiprah penting. Salah satu diantaranya adalahpenekanannya pada hakekat sosial dari pembelajaran. Ia mengemukakanbahwa siswa berguru melalui interaksi dengan orang sampaumur dan sobat sebayayang lebih mampu. Pada proyek kooperatif, siswa dihadapkan pada proses berfikir sobat sebaya mereka: metode ini tidak hanya menciptakan hasil belajarterbuka untuk seluruh siswa, tetapi juga menciptakan proses berfikir siswa lainterbuka untuk seluruh siswa. Vygotsky memperhatikan bahwa pemecahanmasalah yang berhasil berbicara kepada diri mereka sendiri perihal langkah-Iangkah pemecahan problem yang sulit. Dalam kelompok kooperatif, siswalain sanggup mendengarkan pembicaraan dalam hati ini yang diucapkan dengankeras oleh pemecah problem dan berguru bagaimana jalan pikiran ataupendekatan yang digunakan pemecah problem yang berhasil ini.
Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti membrikan kepada seorangindividu sejumlah besar pemberian selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi pemberian tersebut dan memperlihatkan kesempatan kepada anaktersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera sehabis bisa mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar sanggup berupapetunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan problem ke dalam bentuk lain yangmemungkinkan siswa sanggup mandiri. Vigotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu :
(1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik,
(2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan,
(3) siswa gagal meraih keberhasilan.
Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat diharapkan supaya pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum. Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksisecara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut sanggup diubahsuaikan olehsetiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui penyesuaian intelektualdalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam relasi ini, para konstruktivis Vygotskian lebihmenekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.
Dalam interaksi sosial dikelas, ketika terjadi saling tukar pendapat antar siswa dalam memecahkan suatu masalah, siswa yang lebih arif memberi pemberian kepada siswa yang mengalami kesulitan berupa petunjuk bagaimana caramemecahkan problem tersebut, maka terjadi scaffolding, siswa yang mengalamikesulitan tersebut terbantu oleh sobat yang lebih pandai. Ketika guru membantusecukupnya kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya, maka terjadi scaffolding. Konsep ZPD Vigotsky berdasar pada inspirasi bahwa perkembangan pengetahuan siswa ditentukan oleh keduanya yaitu apa yang sanggup dilakukan olehsiswa sendiri dan apa yang dilakukan oleh siswa ketika menerima pemberian orangyang lebih sampaumur atau sobat sebaya yang berkompeten (Daniels dan Wertschdalam Slavin 2000: 47).
Setelah guru memperlihatkan masalah contohnya contoh-contoh, siswa mengamati, membandingkan, mengenal karakteristik, dan berusaha menyerapberbagai informasi yang terkandung dalam masalah tersebut untuk digunakan memperoleh kesimpulan . Ini merupakan bab kegiatan yang penting dalampembelajaran matematika beracuan kosntruktivisme . Melalui pengamatan padakasus-kasus tersebut, siswa memperoleh “pengalaman” yang diserap di benaksiswa. Dengan demikian terjadi kegiatan aktif siswa dalam mengkonstruk matematika melalui proses asimilasi dan akomodasi.

Contoh : Lomba Kompetensi Siswa untuk SMPs
Setelah mengamati beberapa bentuk beberapa Bangun yang antara lain :
KUBUS, BALOK, KERUCUT , LIMAS DAN PRISMA, Maka berikanlahjawaban Pada titik – Titik yang tersedia berikut :
a. Berapa banyak Rusuk pada KUBUS ?                                    (.....................)
b. Berapa banyak Rusuk pada BALOK ?                                   (.....................)
c. Berapa banyak Rusuk pada PRISMA SEGI TIGA ?             (.....................)
d. Berapa banyak Rusuk pada LIMAS SEGI EMPAT ?            (.....................)
e. Berapa banyak Rusuk pada KERUCUT ?                               (.....................)
f. Berikutnya diskusikan dengan sobat sebangkumu ” Apa arti RUSUKpada bangun-bangun itu ”
g. Tuliskan Hasil diskusi tersebut :
..................................................................................................................
 D. Kesimpulan
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky, yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. Menurut pandangan konstruktivisme sosial, pengetahuan itu diperoleh secara individu yaitu dengan mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dari proses interaksi dengan obyek yang dihadapinya serta pengalaman sosial. Komunikasi merupakan kunci pokok untuk mengajar dengan pendekatan sosiokultural dan untuk memahami penerima didik. Aplikasi pemikiran Vygotsky untuk mempelajari matematika menumbuhkan pemahaman matematika dari koneksi pemikiran dengan bahasa matematika yang gres dalam mengkreasi pengetahuan. Guru masuk dalam ZPD penerima didik dan memperlihatkan bahasa matematika untuk membantu pemahaman konsep mereka dalam diskusi dengan bahasa penerima didik. Dengan Scaffolding yang diberikan oleh guru, penerima didik sanggup menjelaskan dan menukar pemahaman matematika dalam kehidupan sosialnya sehingga pemahaman konsep sanggup dicapai oleh penerima didik dan menumbuhkan nilai-nilai budaya dan huruf bangsa pada diri penerima didik.

C.                Referensi
______.Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky dalam Pembelajaran Matematika
            http://masbied.files.wordpress.com/2011/05/modul-matematika-teori-belajar-vygotsky.pdf.  diaksestanggal 22 Januari 2014.

Cahyono, A N. 2010. Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untukmencapaiZone of Proximal Development (ZPD) PesertaDidikdalamPembelajaranMatematika
            http://eprints.uny.ac.id/10480/1/P3-Adi.pdfDiakses tanggal 22 Januari 2014.

Dahar, R.W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga.

Nurjannah, Amalia. 2013. Pembelajaran Matematika Berdasarkan Teori Konstruktivisme Sosial (Vygotsky). http://amalianurjannah.files.wordpress.com/2013/05/10-pembelajaran-matematika-berdasarkan-teori-konstruktivisme-sosial-1.pdf. Diakses tanggal 22 Januari 2014.

Oakley, Lisa. 2004. Cognitive Development. London: Routledge-Taylor&Francis Group

Supamo, Paul .1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.

Slavin, Robert E. (1997). Educational Psychology-TheoryandPractice. FourthEdition. Boston, Allynand Bacon.

Yohanes, R.S. 2010. “Teori Vygotsky dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Matematika”. http://portal.widyamandala.ac.id/jurnal/index.php/warta/article/download/107/143. Diakses tanggal 22 Januari 2014.


0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com