Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Jumat, 29 Maret 2019

Teori Perkembangan Kognitif Dari Jean Piaget

0

Teori Perkembangan Kognitif Dari Jean Piaget

Teori Perkembangan Kognitif Dari Jean Piaget Teori Perkembangan Kognitif Dari Jean Piaget

A.    Pendahuluan
Dalam konteks psikologi pembelajaran, pengertian perihal berguru sangat beragam, beragamnya pengertian tersebut dipengaruhi oleh teori yang melandasi rumusan berguru sendiri. Teori berguru merupakan klarifikasi atas sejumlah fakta dan inovasi yang berkaitan dengan insiden belajar. Slameto (2010:2) menyatakan bahwa berguru ialah suatu proses perjuangan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laris yang gres secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Pada proses pembelajaran di sekolah, guru seringkali dihadapkan pada dinamika yang berkaitan dengan perkembangan penerima didik. Perubahan-perubahan dan perkembangan yang terjadi pada penerima didik ini harus mendapat perhatian dari guru, lantaran dengan ini guru sanggup menentukan taktik pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik penerima didik yang terlibat dalam proses pembelajaran.
Ada banyak teori-teori berguru serta implementasinya dalam pembelajaran, salah satunya yaitu teori yang dikemukakan oleh Piaget. Piaget mempunyai nama lengkap Jean Piaget lahir di Swiss tepatnya di Neuchatel pada tahun 9 Agustus 1896 dan meninggal 16 September 1980 pada umur 84 tahun. Teori perkembangan kognitif Piaget banyak mensugesti dunia pendidikan, terutama pendidikan kognitif pada masa anak–anak hingga remaja. Dalam teorinya Piaget mengemukakan bahwa secara umum semua anak berkembang melalui urutan yang sama, meski jenis dan tingkat pengalaman mereka berbeda satu sama lainnya. Perkembangan mental anak terjadi secara sedikit demi sedikit dari tahap yang satu ke tahap yang lebih tinggi. Semua perubahan yang terjadi pada setiap tahap tersebut merupakan kondisi yang dibutuhkan untuk mengubah atau meningkatkan tahap perkembangan moral berikutnya.
Berdasarkan persoalan ini, maka penulis mencoba mengkaji suatu teori berguru yang dituangkan dalam makalah dengan judul “Teori Perkembangan Kognitif dari Jean Peaget”.


B.     Pembahasan
Para ahli filsafat berabad-abad berdebat perihal bagaimana insan memperoleh kebenaran atau pengetahuan. Dua aliran, yaitu empirisme dan rasionalisme berkembang untuk menjawab pertanyaan itu. Para penganut empirirme (Locke, Berkeley, dan Horne) menyatakan bahwa sesungguhnya pengetahuan bersumber dari luar individu dan pengetahuan itu diinternalisasi oleh indra-indra. Sedangkan para rasionalisme ibarat Descartes, Spinoza, dan Kant menyatakan bahwa daypikir lebih penting dari pada pengalaman indra alasannya ialah daypikir membuat kita tahu dengan penuh keyakinan akan banyak kebenaran yang tidak dicapai oleh pengalaman-pengalaman indra. Teori piaget muncul lantaran keberatannya terhadap aliran empirisme maupun aliran rasionalisme, dan menurutnya, teorinya merupakan sistesis keduanya (Dahar, 2006:132), sanggup dilihat pada gambar berikut ini.


1.      Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Kognitif berafiliasi dengan kemampuan kognisi. Kognisi ialah kepercayaan seseorang perihal sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir perihal seseorang atau sesuatu (Wikipedia, 2013). Teori kognitif berafiliasi dengan bagaimana kita memperoleh, memproses, dan memakai informasi (Lefrancois, 1997). Sedangkan kemampuan kognisi diartikan dengan kecerdasan atau intelegensi (Wikipedia, 2013). Aktivitas yang timbul sebagai akhir dari adanya kemampuan kognisi ialah mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar, membayangkan dan berbahasa. Hal ini berafiliasi dengan kemampuan otak untuk berpikir atau adanya acara berpikir.
Furth & Wachs (1975) menyatakan bahwa “Piaget's theory states clearly that the general development of intelligence is the basis on which any specific learning rests.” Teori Piaget umumnya merupakan perkembangan intelegensi sebagai dasar dari setiap pembelajaran. Teori perkembangan piaget memperlihatkan bagaimana interaksi anak dengan lingkungan menyebabkan atau membawa ke perkembangan kognitif.
Perkembangan kognitif mengacu pada tahapan - tahapan dan proses – proses yang terlibat di dalam pengembangan intelektual anak (Lefrancois, 1997). Djiwandono (2002) menjelaskan bahwa Piaget mendefinisikan kemampuan atau perkembangan kognitif sebagai hasil dari relasi perkembangan otak dan sistem nervous dan pengalaman – pengalaman yang membantu individu untuk mengikuti keadaan dengan lingkungan. Teori perkembangan kognitif disebut teori berguru lantaran berkenaan dengan kesiapan anak untuk bisa berguru (Ruseffendi, 2006).

2.      Beberapa Konsep Teori Jean Piaget
Berikut ini dijelaskan Konsep Teoritis Utama Jean Piaget (Hergenhahn & Olson, 2008:313-318), yaitu sebagai berikut:
a.      Inteligensi
Intelegensi ialah ciri bawaan yang dinamis alasannya ialah tindakan yang cerdas akan berubah ketika organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat pengalaman; penggalan internal dari setiap organisme lantaran semua organisme yang hidup selalu mencari kondisi yang aman untuk kelangsungan hidup mereka. (Piaget dalam Hergenhahn & Olson, 2008). Teori piaget ini berusaha mencari tahu bagaimana perkembangan kemampuan intelektual.
b.      Skemata
Skema (Schema; jamak: schemata) merupakan potensi umum yang dimiliki organisme untuk bertindak dengan cara tertentu. Tindakan tersebut ibarat memegang, menatap, menggapai, dan sebagainya. Misalnya denah memegang ialah kemampuan umum untuk  memegang sesuatu. Skema memegang ini sanggup dianggap sebagai struktur kognitif yang membuat tindakan memegang bisa dimungkinkan. Sedangkan schemata merupakan kumpulan dari skema-skema. Ruseffendi (2006:135) meyatakan bahwa schemata merupakan kegiatan penyelarasan perbuatan fisik dan perbuatan mentalnya. Schemata merupakan penyelarasan antara budi dan geraknya.
c.       Asimilasi dan Akomodasi
            Asimiliasi ialah proses merespon lingkungan sesuai dengan struktur kognitif seseorang, atau dengan kata lain asimilasi yaitu pencocokan atau penyesuaian antara struktur kognitif dengan lingkungan fisik. Asimilasi merupakan perembesan informasi gres ke dalam pikiran (Ruseffendi, 2006). Struktur kognitif yang ada pada momen tertentu akan sanggup diasimilasikan oleh organisme. Misalnya, kalau denah menggapai, memegang sudah tersedia bagi anak, maka segala sesuatu yang dialami anak akan diasimilasikan ke schemata. Selanjutnya, kemudahan merupakan proses kedua yang penting untuk menghasilkan prosedur untuk perkembangan intelektual. Ruseffendi (2006) menyatakan bahwa kemudahan merupakan menyusun kembali struktur pikiran lantaran adanya informasi gres sehingga informasi tersebut punya tempat.
            Setiap pengalaman yang dialami seseorang akan melibatkan asimilasi dan akomodasi. Kita merespon dunia berdasarkan pengalaman kita sebelumnya (asimilasi), tetapi setiap pengalaman memuat aspek-aspek yang berbeda dengan pengalaman yang kita alami sebelumnya. Aspek unik dari pengalaman ini menyebabkan perubahan dalam struktur kognitif (akomodasi).
d.      Ekuilibrasi
Menurut Piaget, semua organisme punya tendensi bawaan untuk membuat relasi serasi antara dirinya dengan lingkungannya. Ekuilibrasi (penyeimbangan) ialah tendensi bawaan untuk mengorganisasikan pengalaman semoga mendapat pembiasaan yang maksimal. Ekuilibrasi ini diartikan juga sebagai dorongan kearah keseimbangan secara terus menerus.
e.       Interiorisasi
Interiorisasi merupakan penurunan ketergantungan pada lingkungan fisik dan meningkatkannya penggunaan struktur kognitif. Pada awalnya anak merespon stumuli lingkungan secara pribadi dengan gerak refleks. Pengalaman awal melibatkan penggunaan dan klarifikasi terperinci schemata bawaan ibarat memegang, menghisap, menggapai. Hasil pengalaman disimpan dalam struktur kognitif. Dengan banyaknya pengalaman, anak berbagi struktur kognitif dan memungkinkan untuk mengikuti keadaan dengan mudah. Sehingga pada jadinya anak bisa merespon situasi yang lebih kompleks dan tidak berganting pada situasi sekarang. Misalnya mereka bisa memikirkan objek yang sebelumnya tidak bisa mereka pikirkan.

3.      Aspek yang diteliti dalam perkembangan Intelektual
Dahar (2011) mejelaskan bahwa ada tiga aspek yang diteliti oleh Piaget dalam perkembangan intelektual yaitu struktur, isi (konten), dan fungsi.
a.      Struktur
Struktur erat hubungannya dengan struktur yaitu operasi. Piaget beropini bahwa ada relasi fungsional antara tindakan fisik dan tindakan mental dan perkembangan berpikir logis anak. Tindakan (action) menuju pada perkembangan operasi dan selanjutnya operasi menuju pada perkembangan struktur.
Operasi-operasi mempunyai ciri-ciri yaitu sebagai berikut.
Ø  Internalisasi
Operasi merupakan tindakan-tindakan yang terinternalisasi (penghayatan). Ini berarti antara tindakan fisik dan tindakan mental tidak terdapat garis pemisah. Misalnya, bila anak mengumpulkan semua kelereng kuning dan mera, tindakannnya ialah tindakan mental dan tindakan fisik. Secara fisik ia memindahkan kelereng- kelereng itu, tetapi tindakannya itu dibimbing oleh relasi “sama” dan ‘berbeda”  yang diciptakan dalam pikirannya.
Ø  Reversibel
Operasi-operasi itu reversibel (dapat dibalik). Misalnya menambah dan mengurang merupakan operasi yang sama yang dilakukan dengan arah yang berlawanan. 2 + 1 = 3, 3 – 1 = 2.
Ø  Terintergrasi dengan struktur-struktur dan operasi-operasi lainnya.
Tidak ada operasi yang bangun sendiri. Suatu operasi selalu berafiliasi dengan struktur atatu sekumpulan operasi. Misalnya operasi penambahan-pengurangan berafiliasi dengan operasi klasifikasi, pengurutan, dan konversi bilangan.oprasi itu saling membutuhkan.
b.      Isi
Hal yang dimaksud dengan isi ialah teladan sikap anak yang khas yang tercemin pada respons yang diberikannya terhadap aneka macam masalah atau situasi yang dihadapi contohnya perubahan daypikir anak semenjak kecil hingga dewasa, konsepsi anak perihal alam ibarat pohon-pohon, matahari dan lainnya.
c.       Fungsi
Fungsi, ialah cara yang dipakai organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi.
Organisasi memperlihatkan pada organisme kemampuan untuk mensistematikkan atau mengorganisasi proses fisik atau psikologis menjadi sistem yang teratur dan berafiliasi atau terstruktur. Misalnya seorang bayi mempunyai struktur-struktur sikap untuk penekanan visual dan memegang secara terpisah. Pada suatu ketika dalam perkembangannya, bayi itu sanggup mengorganisasi kedua struktur sikap ini menjadi struktur tingkat tinggi dalam memegang suatu benda sambil melihat benda itu. Dengan organisasi, struktur fisik dan dan psikologi diintegrasi menjadi struktur tingkat tinggi.
Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang memakai struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menghadapi masalah yang dihadapinya dalam lingkungan. Dalam proses akomodasi, seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan.

4.      Tahap- Tahap Perkembangan Kognitif
Piaget beropini bahwa insan sama secara genetik dan mempunyai pengalaman yang hampir sama, sehingga mereka sanggup diharapkan untuk sungguh – sungguh memperlihatkan keseragaman dalam perkembangan kognitif mereka.
Piaget (Hergenhahn & Olson, 2008) menjelaskan perkembangan tahap – tahap perkembangan kognitif, yaitu sebagai berikut:
a.   Sensorimotor (0- 2 tahun)
(Ciri pokok perkembangannya anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek)
Periode 1 : Refleks (umur 0 – 1 bulan)
Periode paling awal tahap sensorimotor ialah periode refleks. Ini berkembang semenjak bayi lahir hingga sekitar berumur 1 bulan. Pada periode ini, tingkah  laku  bayi  kebanyak  bersifat  refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak
terbedakan. Tindakan seorang bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks.
Periode 2 : Kebiasaan (umur 1 – 4 bulan)
Pada periode perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasan-kebiasaan pertama. Kebiasaan dibentuk dengan mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan. Refleks-refleks yang dibentuk diasimilasikan dengan denah yang telah dimiliki dan menjadi semacam kebiasaan, terlebih dari refleks tersebut menghasilkan sesuatu. Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan benda-benda di dekatnya. Ia mulai mengaakan diferensiasi akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode ini pula, koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan telinga. Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya. Ia juga mulai menggerakkan kepala kesumber bunyi yang ia dengar. Suara dan penglihatan bekerja bersama. Ini merupakan suatu tahap penting untuk menumbuhkan  konsep benda.
Periode 3 : Reproduksi insiden yang menarik (umur 4 – 8 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya (Piaget dan Inhelder 1969). Tingkah laris bayi semakin berorientasi pada objek dan insiden di luar tubuhnya sendiri. Ia memperlihatkan koordinasi antara penglihatan dan rasa jamah (menyentuh dengan jari). Pada periode ini, seorang bayi juga membuat kembali kejadian-kejadian yang menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang kembali insiden yang menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder). Piaget mengamati bahwa bila seorang anak dihadapkan pada sebuah benda yang dikenal, seringkali hanya memperlihatkan reaksi singkat dan tidak mau memperhatikan agak lama. Oleh Piaget, ini diartikan sebagai suatu “pengiaan” akan arti benda itu seakan ia mengetahuinya.
Periode 4 : Koordinasi Skemata (umur 8 – 12 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya. Ia sudah mulai memakai sarana untuk mencapai suatu hasil. Sarana-sarana yang dipakai untuk mencapai tujuan atau hasil diperoleh dari koordinasi skema-skema yang telah ia ketahui. Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laris yang sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan tertentu. Pada periode ini, seorang bayi mulai membentuk konsep perihal tetapnya (permanensi) suatu benda. Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi sanggup mencari benda yang tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyaikonsep perihal ruang.
Periode 5 : Eksperimen (umur 12 – 18 bulan)
Unsur pokok pada perode ini ialah mulainya anak memperkembangkan cara-cara gres untuk mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan pada suatu problem yang tidak dipecahkan dengan denah yang ada, anak akan mulai mencoba-coba dengan Trial and Error untuk menemukan cara yang gres guna memecahkan problem tersebut atau dengan kata lain ia mencoba berbagi denah yang baru. Pada periode ini, anak lebih mengamati benda-benda disekitarnya dan mengamati bagaimana benda-benda di sekitarnya bertingkah laris dalam situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan problem yang baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi perpindahan benda-benda  secara menyeluruh bila benda-benda itu sanggup dilihat secara serentak.
Periode Refresentasi (umur 18 – 24 bulan)
Periode ini ialah periode terakhir pada tahap intelegensi sensorimotor. Seorang anak sudah mulai sanggup menemukan cara-cara gres yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetapi juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya. Secara mental, seorang anak mulai sanggup menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan sanggup menuntaskan suatu problem dengan citra tersebut. Konsep benda pada tahap ini sudah maju, refresentasi ini membiarkan anak untuk mencari dan menemukan objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan konsep keruangan, anak mulai sadar akan gerakan suatu benda sehingga sanggup mencarinya secara masuk budi bila benda itu tidak kelihatan lagi.
Karakteristik anak  yang berada pada tahap ini ialah sebagai berikut:
1)        Berfikir melalui perbuatan (gerak)
2)        Perkembangan fisik yang sanggup diamati ialah gerak-gerak refleks hingga ia sanggup berjalan dan bicara.
3)        Belajar mengkoordinasi budi dan geraknya.
Cenderung intuitif egosentris, tidak rasional dan tidak logis

b.        Pra-operasional (2 – 7 tahun)
(Ciri pokok perkembangannya ialah penggunaan symbol/bahasa tanda dan konsep intuitif)
Tahap ini terbagi menjadi dua, yakni:
1)        Pemikiran prakonseptual (2 - 4 tahun)
Pada tahap ini, belum dewasa mulai mengelompokkan benda-benda dalam kelompok tertentu berdasarkan kemiripannya, tetapi mereka melaksanakan banyak kesalahan lantaran konsep mereka. Misalnya: semua lelaki ialah ayah dan semua wanita ialah ibu, dan semua mainan ialah milikku. Menurut Piaget anak pra-operasional bersifat egosentris, contohnya saja ketika mereka berkomunikasi, mereka akan terus berbicara tanpa mengharapkan saling mendengarkan atau saling menjawab (Dahar, 2011:138).
Selain itu, pada tahap ini anak merepresentasikan sesuatu dengan bahasa, gambar dan permainan khayalan (Ruseffendi, 2006). Anak biasanya akan mengungkapkan idea atau gagasan melalui bahasa, gambar semoga suatu konsep lebih gampang dipahami atau dipahami.
2)        Periode perkembangan intuitif (4-7 tahun)
Pada tahap ini, anak – anak memecahkan masalah secara intuitif, bukan berdasarkan kaidah-kaidah logika. Berikut beberapa ciri yang diungkapkan Ruseffendi (2006) pada tahap ini, yaitu;
Ø  Pertimbangan anak didasarkan pada persepsi pengalaman pribadi, bukan pada penalaran.
Ø  Anak mengaitkan pengalaman yang ada pada dunia luar dengan pengalaman pribadinya. Anak menerka bahwa cara berpikirnya dan pengalamannya dimiliki oleh orang lain. Misalnya: bila anak melihat gambar terbalik dari arah sisi meja satu, maka ia menerka temannya yang berhadapan pada sisi lain dari meja akan melihat gambar itu terbalik pula.
Ø  Anak menerka bahwa benda-benda tiruan mempunyai sifat-sifat yang sebenarnya. Misalnya: perlakuan anak terhadap boneka sama dengan anak yang gotong royong (diberi makan, diajak berbicara, ditidurkan, dan sebagainya).
Ø  Anak berpikir bahwa benda akan berbeda apabila kelihatannya berbeda. Pemikiran anak pada tahap ini ialah kegagalan berbagi konservasi (Hergenhahn & Olson, 2008). Konservasi ialah kemampuan untuk menyadari bahwa jumlah, panjang, substansi atau luas akan tetap sama meski dipresentasikan kepada anak dalam bentuk yang berbeda-beda (Hergenhahn & Olson, 2008)
Misalnya:
Ambil 2 deretan koin yang sama banyak. Pada mulanya anak disuruh menghitung jumlah koin

Pada gambar (a) anak menyatakan bahwa banyaknya koin dari kedua baris sama. Akan tetapi ketika baris kedua diubah ibarat gambar (b), anak menyatakan bahwa koin pada baris kedua lebih banyak dari baris pertama. Hal ini dikarenakan anak belum mempunyai konsep kekekalan banyak.

Contoh lainnya:
Seorang anak ditunjukkan wadah berisi air dengan volume tertentu.


Pada tahap ini, anak cenderung menyampaikan bahwa wadah yang lebih tinggi yang lebih banyak airnya. Anak secara mental tidak bisa membalikkan operasi kognitif, yang berarti beliau tidak sanggup secara mental menuangkan air dari wadah yang tinggi ke wadah yang lebih pendek dan tidak sanggup melihat bahwa jumlah cairan itu gotong royong ialah sama. Hal ini  dikarenakan anak belum mempunyai konsep kekekalan materi (zat).
Ø  Anak pada tahap ini mempunyai kesukaran dan mengulang pemikiran (perbuatan).
Ø  Anak mendapat kesukaran untuk memikirkan dua aspek atau lebih secara serempak. Misalnya: anak merasa sulit kalau diminta untuk mengumpulkan kelereng besar dan berwarna hijau.
Ø  Anak tidak berpikir induktif maupun deduktif tetapi transitif (khusus ke khusus).
Ø  Anak bisa memanipulasi benda kongkrit.
Ø  Anak mulai sanggup membilang dengan memakai benda konkrit, contohnya dengan memakai jari tangan.
Ø  Pada selesai tahap ini, anak sanggup memperlihatkan alasan atau keyakinannya, sanggup mengelompokkan benda-benda, dan mulai memperoleh konsep yang sebenarnya.
Ø  Anak belum memahami korespodensi satu – satu untuk memahami banyaknya (kesamaan dan ketidaksamaan).

a.      Operasi Konkret (7 – 11 tahun)
(Ciri pokok perkembangannya anak mulai berpikir secara logis perihal kejadian-kejadian konkret)
Tahap ini umumnya ada pada belum dewasa sekolah dasar (Ruseffendi, 2006). Operasi konkrit ialah dimana anak sanggup memahami operasi (logis) dengan tunjangan benda-benda konkrit. Pada tahap ini, anak mulai berbagi kemampuan untuk mempertahankan konservasi, kemampuan mengelompokkan secara memadai, melaksanakan pengurutan, dan menangani konsep angka. Selama tahap ini, proses pemikiran anak mengarah pada insiden nyata yang sanggup diamati, anak belum bisa melaksanakan problem yang bersifat abstrak.
Anak pada tahap ini sudah bisa melihat sudut pandangan orang lain, disamping itu anak juga bahagia membuat bentukan, memanipulasi benda, dan membuat alat mekanis (Ruseffendi, 2006).
Anak dalam periode operasional faktual menentukan mengambil keputusan logis bila menghadapi kontradiksi antara pikiran dan persepsi, dan bukan keputusan perseptual ibarat anak pra-operasional (Dahar, 2011). Operasi pada periode ini bersifat konkret, dan belum mencapai hipotesis dan proposisi verbal.
Adapun operasi pada tahap ini (Dahar, 2011), yaitu sebagai berikut:
Ø  Kombinativitas atau klasifikasi
Kombinativitas atau penjabaran merupakan suatu operasi yang menggabungkan dua atau lebih kelas menjadi kelompok lebih besar, misalnya: semua anak pria + semua anak wanita = semua anak, dan a > b, b > c maka a > c.
Ø  Reversibilitas
Setiap operasi logis atau matematis sanggup ditiadakan dengan operasi yang berlawanan, contohnya 7 + 3 = 10, maka 10 – 7 = 3.
Ø  Asosiativitas
Operasi yang menggabungkan kelas-kelas dalam urutan apa saja:
(1 + 3) + 5 = 1 + (3 + 5). Dalam penalaran, operasi ini mengizinkan anak hingga pada tanggapan dengan banyak cara.
Ø  Identitas
Identitas ialah operasi dimana terdapat suatu unsur nol yang bila digabungkan dengan unsure atau kelas apapun ,tidak menghasilkan perubahan. Seperti 10 + 0 = 10.

b.      Operasi Formal (11 tahun ke atas)
(Ciri pokok perkembangannya ialah hipotesis, abstrak, dan logis)
Anak sanggup menangani situasi hipotesis, dan proses berpikir mereka semakin logis dan tidak lagi tergantung pada hal-hal yang pribadi dan nyata. Kemajuan pada tahap ini ialah anak tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda atau insiden faktual lantaran pada tahap ini anak sudah bisa berpikir abstrak. Seperti untuk menjawab pertanyaan berikut: Ani lebih tinggi daripada siti. Ani lebih pendek daripada lili. Siapakah yang lebih pendek dari ketiga anak ini?
Ruseffendi (2006) menambahkan beberapa ciri yang ada pada tahap operasi formal ini, yaitu sebagai berikut:
Ø  Anak sanggup mempertimbangkan banyak pandangan sekaligus, contohnya sanggup bermain “bridge” dengan baik, sanggup menyusun desain percobaan. Dalam diskusi anak sanggup membedakan antara argumentasi dan fakta.
Ø  Mulai berguru membuat hipotesis (perkiraan) sebelum berbuat.
Ø  Dapat merumuskan dalil atau teori (misalnya teorema Pythagoras), menggeneralisasikan hipotesis.
Ø  Dapat menghayati derajat kebaikan dan kesalahan dan sanggup memandang definisi, aturan, dalil dalam konteks yang benar dan objektif.
Ø  Dapat berpikir deduktif dan induktif; sanggup memperlihatkan alasan-alasan dari kombinasi pernyataan dengan konjungsi, disjungsi, negasi, implikasi.
Ø  Mampu mengerti dan memakai kompleks ibarat permutasi, kombinasi, perbandingan, relasi dan probabilitas.

1.      Faktor – Faktor yang Menunjang Perkembangan Intelektual
Piaget (Dahar, 2011) menyatakan lima faktor yang mensugesti tingkat perkembangan intelektual, yaitu sebagai berikut:
1.      Kedewasaan (maturation)
Perkembangan sistem saraf sentral, otak, koordinasi motorik, dan manifestasi fisik lainnya mensugesti perkembangan kognitif. Walaupun kedewasaan atau maturasi merupakan faktor penting dalam perkembangan intelektual, maturasi tidak cukup mengambarkan perkembangan intelektual ini.
2.      Pengalaman Fisik (physical experience)
Interaksi dengan lingkungan fisik dipakai anak untuk mengabstraksi aneka macam sifat fisik benda-benda. Misalnya bila anak menempatkan sebuah benda dalam air, kemudian beliau melihat bahwa benda itu terapung. Pengalaman fisik ini meningkatkan kecepatan perkembangan anak alasannya ialah observasi benda-benda serta sifat-sifat benda tersebut membantu timbulnya pikiran yang lebih kompleks.
3.      Pengalaman Logika Matematis (logical-mathematical experience)
Bila anak mengamati benda-benda, selain pengalaman fisik ada pula pengalaman lain yang diperoleh anak itu, yaitu pada waktu ia mengkonstruksi hubungan-hubungan antara objek-objek. Misalnya anak yang sedang menghitung beberapa kelereng yang dimilikinya dan ia mempunyai “sepuluh” kelereng. Konsep “sepuluh” bukannya sifatnya kelereng – kelereng itu, melainkan sifat konstruksi lain yang serupa, yang disebut pengalaman logika matematika, untuk membedakannya dari pengalaman fisik. Proses konstruksi biasanya disebut abstraksi reflektif. Abstraksi reflektif berbeda dengan abstraksi empiris yang dikemukakan oleh Piaget.
Ø  Abstraksi empiris, dimana anak memperhatikan sifat fisik tertentu suatu benda dan tidak mengindahkan hal-hal lain. Misalnya: waktu anak mengabstrak warna maka ia tidak memperdulikan hal-hal lainnya ibarat massa dan materi dasar benda.
Ø  Abstraksi reflektif
Abstraksi reflektif melibatkan pembentukan hubungan-hubungan antara benda-benda, contohnya konsep “sepuluh” pada kelereng tidak terdapat pada kelereng. “sepuluh“ hanya terdapat dalam kepala anak yang sedang menghitung kelereng itu.
4.      Transmisi Sosial (social transmission)
Pengetahuan yang diperoleh anak dari pengalaman fisik diabstraksi dari benda-benda fisik. Dalam hal logika-matematika, pengetahuan dikonstruksi dari tindakan-tindakan anak terhadap benda-benda itu.


5.      Proses Keseimbangan (equilibration)
Ekuilibrasi merupakan kemampuan untuk mencapai kembali keseimbangan selama periode ketidakseimbangan. Ekuilibrasi mendorong adanya pertumbuhan intelektual.

A.    Penutup
Kesimpulan
Dalam teori perkembangan kognitif anak, Piaget meyakini bahwa berguru dihasilkan oleh kemampuan anak untuk menyesuaikan atau membentuk keterhubungan antara pengalaman yang gres dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya. Piaget juga percaya bahwa dalam memperlihatkan pelajaran harus memperhatikan tingkat perkembangan berpikir anak.
Piaget mendeskripsikan empat tahap perkembangan kognitif, diantaranya: a) sensorimotor, dimana anak pribadi berhadapan dengan lingkungan memakai refleks bawaan mereka, b) pra-operasional yaitu anak mulai menyusun konsep sederhana, c) operasi konkret, dimana anak  memakai tindakan yang telah diinteriorisasikan, d) operasi formal, dimana anak memikirkan situasi hipotesis secara penuh.
Selain itu faktor yang menunjang perkembangan intelektual yaitu kedewasaan, pengalaman fisik, pengalaman logika-matematika, transmisi sosial, dan pengaturan sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori – Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga.

Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Hergenhahn, B.R., dan Olson, M.Hg. 2008. Theories Of Learning (Teori Belajar). Jakarta: Kencana.

Lefrancois, Guy R. 1997. Psychology for Teaching. Belmont, CA: Wadwordh.

Ruseffendi. 2006. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.

Wikipedia. 2014. Kognisi. Diakses http://id.wikipedia.org/wiki/Kognisi

Wikipedia. 2014. Kemampuan Kognisi. Diakses http://id.wikipedia.org/wiki/Kognisi


0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com