Idul fitri tahun ini ialah lebaran dengan rasa yang berbeda. Tibalah waktunya saya menjadi sorotan sobat juga tetangga dalam balutan aneka pertanyaan.
"Mau menikah ya?"
"Kapan?"
"Sama siapa?"
"Calonnya kerja apa?"
Namun bagi ku, setiap pertanyaan tak harus diberi jawaban. Apalagi proses ini gres awalan. Bahkan saya belum bertemu dengan keluarga sang kakak.
Sebagian tetangga sudah mulai mencium aroma janur kuning ini. Hahaha. Ada di antara mereka yang melihat kedatanganmu ke rumahku.
Saat kau bertemu dengan Ayahku
***
Hari itu pun tiba. Kau membawa keluargamu tiba ke rumahku. Hatiku berdebar ketika handphoneku berdering.
Ku baca isi pesan darimu.
"Kakak sudah dekat ke rumah adek"
Bergegas saya berlarian ke kamar, mengganti pakaian yang menurutku layak untuk pertemuan pertama keluarga kita.
Prosesi Lamaran?
Ku polesi wajahku dengan bedak bayi favoritku. Agak buru-buru. Dan sedikit pemerah bibir. Ya, sedikit. Sepertinya wajahku tampak pucat. Gugup mungkin. Hihihi.
Mendebarkan.
Kala satu per satu kaki turun dari kendaraan beroda empat yang berhenti di depan rumahku. Setiap mereka memegang bebawaan yang berbeda.
Keluargaku menyambut kedatangan keluargamu. Ayah, Ibu, saudara dan juga keponakanku ikut menunggu di depan pintu.
"Silahkan masuk", sambut Ayah dengan senyum ramah khas nya sambil bersalaman satu per satu.
Aku pun menyusul menyambut di ruang tamu sembari mempersilahkan duduk. Entah mengapa, menurutku pada hari itu, kau tampil beda, kok ganteng ya! Hehehe.
Lalu kau perkenalkan satu per satu siapa saja yang tiba mendampingimu.
Bapak dan Mamak juga Adik bungsumu.
Tak lupa diceritakan bahwa kau yaitu putra pertama dari tiga bersaudara namun adik bujangmu tidak turut hadir.
Lalu seorang kakek yang kau sebut sebagai, Pak Kolot.
Serta dua orang Mamang (Paman) yang merupakan adik kandung dari Ibumu.
Begitulah. Pertemuan hari itu diawali dengan saling memperkenalkan keluarga masing-masing. Menyebutkan asal-usul kawasan tanah kelahiran.
Obrolan berlangsung santai. Sembari merasakan masakan buatanku. Ya, hasil masakanku. Makanan khas kota Palembang, aneka pempek dihidangkan. Juga buah-buahan seadanya. Pisang rebus dan beberapa iris pepaya.
Hari yang terik membuatku diminta menciptakan minuman yang elok dan dingin. Ah, ku fikir air mineral dari lemari pendingin sudah cukup menghilangkan dahaga. Tapi Ayah memintaku untuk menciptakan es teh.
Aku yaitu orang yang tidak biasa menciptakan minuman manis. Ditambah lagi rasa gugup ini. Bagaimana ini? Haduh.
Mulailah ku seduh teh nya. Ku beri gula beberapa sendok. Ku cicipi sedikit. Hmm, belum manis. Ku tambahkan gula agak banyak, alasannya yaitu ku pikir akan minum pakai es, artinya saya harus menciptakan teh yang lebih manis.
Ya sudah. Yakin saja. Sepertinya cukup. Lalu ku pindahkan ke wadah yang lebih besar. Wadah yang sudah kuiisi dengan es batu.
Ku sajikan kepada tamu. Entahlah.
"Ini teh apa air gula?", komentar Ayuk ku.
Ayuk yaitu panggilan untuk abang perempuanku.
Ku harap mereka maklum. Aku gugup. Es teh ini memecah suasana. Kemanisan. Aku jadi malu. Hiks. Hiks.
Sudahlah, lupakan es teh. Biarlah menjadi kenangan elok saja. Mari kita kembali ke dongeng prosesi lamaran yang mendebarkan.
Seorang mamang yang tampaknya ditunjuk mewakili keluargamu untuk menjadi juru bicara, memberikan maksud dan tujuan ke rumahku ini.
"Kami mewakili ananda kami, ingin memberikan niat kami untuk melamar putri Bapak.", kata Mamangnya.
Sebaris kalimat yang menciptakan ku semakin berdebar. Tak sabar menunggu tanggapan dari Ayah.
"Ya, intinya kami setuju. Di pertemuan sebelumnya, saya sudah berbicara banyak dengan ananda. Kita mendukung saja, apalagi ini niat baik, ya harus disegerakan.", jawab Ayah dengan santai namun serius.
"Tentang mahar dan biaya-biaya lainnya bagaimana Pak?", tanya Mamang.
"Sepertinya hal itu sudah disepakati oleh mereka dua, kita menuntunnya saja", kata Ayah.
Memang, setelah pertemuan sang abang dengan Ayah di Ramadhan waktu itu, kami berdua sudah mulai sedikit membahas soal mahar dan berapa kisaran biaya yang harus dipersiapkan.
"Bagaimana, Kang?", tanya Mamang pada Kakak seolah mempertanyakan kesanggupannya. Kamu pun menganggukkan kepala dengan yakin.
Sedang saya mempasrahkan semua kepada Allah. Pertemuan hari ini membuatku terkadang tertunduk malu, terkadang harus mengangkat kepala dan memberi senyuman.
Sekali-kali ku tatap wajah-wajah di depanku. Calon suami. Calon mertua. Calon saudara. Calon keluarga. Calon tempat gres ku untuk berbakti. Menikah?
Kedua keluarga sepakat untuk menjadi keluarga baru. Lalu gotong royong memilih kapan ketika yang sempurna untuk pelaksanaan janji dan resepsi.
Keluargamu pun meminta untuk juga diadakan pesta di desamu. Seperti sopan santun kebiasaan di daerahmu, ngunduh mantu.
Hari dan tanggal sudah disepakati. Tepat pada 1 Muharram tahun gres hijriah menjadi pilihan kita, menjadi catatan sejarah hari senang kita. Hari itu akan tiba hanya dalam dua bulan setelah hari prosesi lamaran yang mendebarkan ini.
Dan satu bulan sesudahnya, saya akan dibawa ke desamu, ngunduh mantu. Tentu juga bersama keluargaku.
Waktu hampir memperlihatkan pukul 11.30. Kedua keluarga sudah saling mengenal. Tanggal bersejarah juga sudah ditetapkan. Suasana dekat tergambarkan dalam silaturahim hari ini.
Lalu Ayah memberikan untuk santap siang bersama. Menu siang itu juga masakanku, yang lagi-lagi berdasarkan lidahku rasanya enak. Ada soto ayam, ikan seluang yang digoreng renyah, tahu tempe goreng, sambal tomat juga lalapan.
Agaknya memang rasanya tidak se-aneh es teh. Aman. Hahaha.
Alhamdulillah. Perut kenyang, hati tenang.
Seusai santap siang, keluargamu berpamitan pulang sekaligus izin untuk malamnya eksklusif berangkat pulang lagi ke kampung. Itu artinya, saya dan keluargamu akan bertemu lagi dua bulan kemudian, mendekati hari senang itu.
Aku dan kamu? Kita banyak kiprah yang harus diselesaikan. Tentang persiapan ujian final kuliahmu. Juga persiapan hari janji nikah kita. Dan lebaran kali ini, ternyata pulang kampung terakhirmu sebagai jomblo. Hehehe.
Tak lupa, sebelum pulang, kami pun membawakan oleh-oleh untuk keluargamu. Mungkin dapat dinikmati di perjalanan atau untuk setiba nya di kampung nanti.
Alhamdulillah, usai juga proses lamaran yang mendebarkan ini. Satu per satu kita melangkah menuju
Kau dan Aku menjadi KITA Hehehe.
Selanjutnya yaitu
persiapan pernikahan. Doa dan keinginan selalu dipanjatkan supaya rencana kita berjalan lancar. Semakin mendekati hari H, sholat sunnah istikhoroh pun semakin sering dilakukan.
Aku menikah?
Hehehe.
0 komentar:
Posting Komentar