"Apalagi mengingat keberadaan guru Sekolah Menengan Atas / Sekolah Menengah kejuruan sesuai regulasi mempunyai posisi yang absah, dan kerena itu sehabis berada atau beralih di bawah kewenanangan provinsi, maka seharusnya diperlakukan sama menyerupai yang berlaku di instansi lainnya," katanya via pesan ke Tribun, Sabtu (6/1/2018).
Ia mengungkapkan kebijakan yang dituangkan dalam bentuk Pergub tersebut secara esensial, eksplisit dan implisit nampak mengabaikan hak bagi sumber kesejahteraan guru.
"Itu memang isinya cukup fatal. Prinsip tidak menurut azas keadilan. Karena itu, formulasinya perlu ditinjau ulang. Timbulnya reaksi dari organisasi perwakilan guru, PGRI dan IGI itu wajar," katanya.
Sehingga, ia menganggap nasib guru yang terpinggirkan dari kebijakan pemprov tersebut.
Karena itu, seharusnya pemerintah provinsi lebih sensitif, dan segera merespon.
Demikian juga DPRD sebaiknya tidak menutup mata, dan bersinerji merespon tuntutan pelaku pendidikan tersebut.
Kebijakan Tukin itu segera direvisi, untuk mengakomodasi kepentingan pelaku pendidikan untuk perlakuan adil terhadap para guru.
Dalam urgensi itu, Dewan Pendidikan Provinsi Sulsel mendukung, dan juga bersedia menjadi mediasi, jikalau diperlukan untuk aspirasi dan tuntutan guru tersebut.
"Ancaman PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) dan IGI (Ikatan Guru Indonesia) yang akan menggerakkan guru melaksanakan agresi protes, seharusnya direspon sensitif oleh Pemerintah provinsi. Setiap agresi demo, apapun itu bermakna ada kekecewaan dan kebuntuan aspirasi publik," katanya.b
Dalam formulasi kebijakan publik, memang selaiknya guru mendapat perlakuan yang sesuai.
Apalagi dengan melihat kiprah berat dan jasa yang diberikan sebagai garda paling terdepan, dalam mendidik dan mempesiapkan generasi bangsa. Untuk itu, kesejahteraannya juga harus disetarakan dengan kiprahnya yang mulia.(*)
Sumber :
www.tribunnews.com
0 komentar:
Posting Komentar